Kamis, 23 Oktober 2008

BERPIKIR SEPERTI MILYUNER


Ketika satu mobil dari Ritch Palace ke Embong Sawo, Pak Hanny pernah berkata kepadaku, “Untuk menjadi orang kaya, kita harus kaya lebih dulu.” Apa maksudnya? Orang kaya—karena memiliki banyak uang—bisa berinvestasi banyak sehingga menghasilkan keuntungan yang banyak juga. Sebaliknya, orang miskin—karena uang yang sangat mepet—tidak bisa berinvestasi sama sekali. Dengan demikian, jurang antara si kaya dan si miskin semakin dalam sehingga susah dijembatani.
Saat berkhotbah di Maranatha Book Store dan Maranatha Krista Media, saya menemukan buku baru berjudul Think Like A Billionaire Become A Billionare karya Scott Anderson. Scott, seorang anak Tuhan, memakai Amsal 23:7 sebagai thesisnya: “Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia” (Amsal 23:7). Di dalam bahasa Inggris kata membuat perhitungan diterjemahkan “think” alias berpikir. Jika kita berpikir bahwa kita bisa kaya, maka kita bisa kaya. Kira-kira begitulah.
Scott Anderson menghabiskan ratusan jam untuk membaca buku-buku dan mendengar CD tentang investasi dan menemukan bahwa orang kaya berpikir berbeda dengan orang kebanyakan. Apa sih bedanya? Ada tujuh area yang disikapi secara berbeda antara orang kaya dan yang tidak. Inilah ringkasannya.
1. Kita amat kreatif di dalam menghabiskan uang, sedangkan orang kaya kreatif di dalam menginvestasikan uangnya. Saya pernah mendengar ada seorang yang mendapatkan warisan berkilo-kilo emas, tetapi habis di dalam waktu singkat.
2. Kita amat sedikit di dalam berinvestasi, sedangkan orang kaya menyadari bahwa untuk menjadi lebih kaya lagi mereka harus berinvestasi. Seringkali kita tidak berinvestasi bukan karena kekurangan uang tetapi karena tidak bisa membuat prioritas yang baik.3. Kita berpikir bahwa dengan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sekarang, kita akan menjadi orang kaya, sedangkan orang kaya menyadari bahwa investasilah—bukan pekerjaan—yang membuat
mereka semakin kaya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa semakin tinggi jabatan kita di dalam pekerjaan, semakin banyak juga uang yang kita habiskan.
4. Kita cenderung menghindari risiko karena takut gagal, sedangkan orang kaya justru sadar sepenuhnya bahwa jika mereka tidak mengambil risiko berarti mereka sudah gagal.
5. Kita cenderung menghindari masalah, sedangkan orang kaya justru memandang masalah sebagai kesempatan yang bisa memberikan peluang yang besar untuk menjadi lebih kaya. Hanya orang yang berani menghadapi masalah yang justru mendapat kesempatan.
6. Kita mempersiapkan hari ini hanya untuk hari ini, sedangkan orang kaya mempersiapkan hari ini untuk hari esok. Warren Buffet bahkan sudah mulai mempersiapkan masa depannya dengan berinvestasi sejak umur 12 tahun.
7. Kita cenderung kreatif di dalam menghabiskan waktu kita, sedangkan orang kaya selalu memandang waktu sebagai aset mereka yang paling berharga. Ketika masih tinggal di Jogja, saya ingin mewawancarai Mochtar Ryadi. Coba tebak jam berapa saya diterima? Jam 1 dini hari. Setelah selesai, saya melihat banyak orang berdasi menunggu pemilik kelompok Lippo group ini untuk mengadakan rapat.
Scott Anderson mengajak kita untuk berpikir seperti seorang milyuner. Firman Tuhan mengajak kita untuk berpikir, bersikap dan bertindak sebagai seorang anak raja. “ Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9). Oke?

KOMPETENSI


Semuanya itu jelas bagi yang cerdas, lurus bagi yang berpengetahuan.- Amsal 8:9
Apakah Anda termasuk orang yang andal dan cakap dalam pekerjaan Anda? Apakah Anda orang yang benar-benar berkompeten dan memiliki standar mutu terbaik? Jika Anda memiliki kualitas mutu terbaik, Anda akan menjadi orang yang dipercaya dan orang yang dapat dipercaya akan mendapat banyak berkat. Semakin tinggi standar mutu Anda, semakin besar juga kepercayaan yang akan diberikan, dan semakin banyak juga berkat yang akan Anda terima. Standar mutu seperti apa yang membuat Anda masuk dalam kategori orang yang andal, cakap dan berkompeten itu?
1. Mengalami pertumbuhan secara terus menerus.Jangan pernah berpuas diri ketika kita berhasil melewati orang lain, sebab pada dasarnya kita tidak bersaing dengan orang lain melainkan bersaing dengan diri kita sendiri. Biarlah setiap hari adalah waktu memecahkan rekor yang kita buat sendiri. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hari besok harus lebih baik dari hari ini.
2. Tidak cukup menjadi baik saja.Jika kita sudah bangga dengan predikat baik, itu artinya kita belum berkompeten. Orang yang andal dan berkompeten tidak akan pernah menerima prestasi yang biasa-biasa saja. Mereka akan berjuang untuk meraih yang terbaik!
3. Bertanggung jawab.Orang yang bisa diandalkan selalu memiliki ciri khas yaitu sangat bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Tidak hanya sekadar bekerja. Tidak hanya sekadar menjalankan tugas. Tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban. Pekerja yang memiliki tipe “hanya sekadar” jelas tidak bisa diandalkan. Sebaliknya orang yang andal akan benar-benar bertanggung jawab, bahkan terhadap hal-hal kecil sekalipun yang memang menjaditugasnya. Orang tipe “hanya sekadar” itu banyak jumlahnya, sebaliknya yang benar-benar berkompeten benar-benar langka. Anda termasuk yang mana?
Berkompeten artinya memiliki standar mutu terbaik.

MODAL SUKSES

Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.- Amsal 23:18
Di mana kita memulai babak kehidupan dan bagaimana start kehidupan kita seringkali tidaklah penting. Apa yang telah dilakukan oleh orang tua atau leluhur kita bukanlah hal yang menjadi faktor penentu kesuksesan. Demikian juga kondisi fisik kita sama sekali tidak berpengaruh kepada keberhasilan yang ingin kita capai. Pikirkanlah kenyataan berikut ini :
Neil Rudenstein memiliki ayah seorang penjaga penjara dan memiliki ibu yang bekerja sebagai pelayan restoran, namun ia bisa menjadi rektor Universitas Harvard yang terkenal itu. Charlie Wedemeyer memiliki cacat tubuh yang serius, sehingga ia hanya mampu menggerakkan mulut dan mengedipkan matanya saja, tetapi dia mampu melatih tim footballnya hingga merebut juara. John Johnson adalah keturunan budak, anak orang miskin, pemalu, berkaki bengkok dan menjadi sasaran ejekan, namun kini ia menjadi salah seorang terkaya di Amerika. 75 % dari 300 pemimpin kelas dunia dibesarkan dalam kemiskinan, memiliki cacat fisik yang parah, mengalami perlakuan tidak semestinya pada masa kanak-kanak. Sedangkan 80 % milyarder di Amerika adalah milyarder generasi pertama, dengan kata lain kekayaan mereka bukan berasal dari warisan orang tua.
Yang paling menentukan kita menjadi orang sukses atau tidak adalah diri kita sendiri. Jika saja kita merasa pesimis menatap masa depan hanya karena kita dibesarkan dalam kemiskinan, memiliki cacat fisik, memiliki orang tua yang biasa atau karena kekurangan-
kekurangan yang lain, biarlah tulisan ini menggugah semangat kita. Setiap orang bisa sukses, dan setiap orang berhak untuk sukses! Apalagi jika kita melihat janji Tuhan bagi kehidupan kita sebagai orang percaya. Tuhan ingin kita mencapai kesuksesan dan menikmatinya dalam segala kelimpahan. Janji Tuhan berlaku kepada setiap orang yang benar-benar percaya bahwa hidupnya bisa berubah dengan pertolongan Tuhan. Yang paling penting adalah iman dan keyakinan kita di dalam Tuhan. Percayalah bahwa hidup Anda bisa berubah, maka kehidupan Anda pasti berubah. You can if you think you can! Anda bisa jika Anda pikir Anda bisa!
Dimana Anda memulai tidak penting, yang penting adalah dimana posisi Anda saat ini.

FATHER'S LOVE


Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya,tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yangmulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertaisuara batuk-batuknya. Anak wanita itu bertanya pada ayahnya: Ayah ,mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian harikian terbungkuk?” Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santaidi beranda.
Ayahnya menjawab : “Sebab aku Laki-laki.” Itulah jawabanAyahnya. Anak wanita itu berguman : ” Aku tidak mengerti.”
Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasapenasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanitaitu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : “Anakku,kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki.” Demikian bisik Ayahnya,membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunyalalu bertanya :”Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut danbadannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadidemikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?”
Ibunya menjawab: “Anakku, jika seorang Laki-laki yang benarbenar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian.”Hanya itu jawaban Sang Bunda.
Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi diatetap saja penasaran.
Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi ituseolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali.Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaiankalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.
“Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpinkeluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, diasenantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa amanteduh dan terlindungi. “
“Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membantingtulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuatpula untuk melindungi seluruh keluarganya. “
“Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuapnasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal danbersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali diamendapatkan cercaan dari anak-anaknya. “
“Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinyapantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengatpanasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyupkedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenagaperkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalahdisaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil darijerih payahnya.”
“Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akanmembuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpaadanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dankesakitan kerap kali menyerangnya. “
“Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuangdemi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapunjuga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukaihatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindunganrasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhanperasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedangmenepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi &mengasihi sesama saudara.”
“Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikanpengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwaIstri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yangbaik adalah Istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapiperjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkalikebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepadaIstri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi sertasaling menyayangi.” “Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwaLaki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari &menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia &BADANNYA YANG TERBUNGKUKagar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-lakiyang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusahamencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya,keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. “
“Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagaiPemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakandengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki olehlaki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia& Akhirat.”
Terbangun anak wanita itu, dan segera dia
berlari, berlutut &berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnyayang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh danmencium telapak tangan Ayanya. ” AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU,AYAH.”
Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begituagung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah…
Berbahagialah yang masih memiliki Ayah. Dan lakukanlah yang terbaik untuknya walaupun seburuk apapun ayah kita, kita harus menghormatinya, karena itu adalah perintah Tuhan kepada kita supaya lanjut umur kita di tanah yang diberikan TUHAN kepada kita.
Berbahagialah yang merasa sebagai ayah. Dan lakukanlah yang terbaik Buat keluarga kita karena itu adalah tanggung jawab kita sebagai ayah/bapak sebagai kepala keluarga.

Rabu, 15 Oktober 2008

THE CULTURAL MANDATE II


At the close of the twentieth century American evangelicals find themselves in a diverse, pluralistic culture. Many ideas vie for attention and allegiance. These ideas, philosophies, or world views are the products of philosophical and cultural changes. Such changes have come to define our culture. For example, pluralism can mean that all world views are correct and that it is intolerable to state otherwise; secularism reigns; absolutes have ceased to exist; facts can only be stated in the realm of science, not religion; evangelical Christianity has become nothing more than a troublesome oddity amidst diversity. It is clear, therefore, that western culture is suffering; it is ill. Lesslie Newbigin, a scholar and former missionary to India, has emphasized this by asking a provocative question: "Can the West be converted?"(1)
Such a question leads us to another: How is a Christian supposed to respond to such conditions? Or, how should we deal with the culture that surrounds us?
Since the term culture is central in this discussion, it deserves particular attention and definition. Even though the concept behind the word is ancient, and it is used frequently in many different contexts, its actual meaning is elusive and often confusing. Culture does not refer to a particular level of life. This level, sometimes referred to as "high culture," is certainly an integral part of the definition, but it is not the central focus. For example, "the arts" are frequently identified with culture in the minds of many. More often than not there is a qualitative difference between what is a part of "high culture" and other segments of culture, but these distinctions are not our concern at this time.
T. S. Eliot has written that culture "may . . . be described simply as that which makes life worth living."(2) Emil Brunner, a theologian, has stated "that culture is materialisation of meaning."(3) Donald Bloesch, another theologian, says that culture "is the task appointed to humans to realize their destiny in the world in service to the glory of God."(4) An anthropologist, E. Adamson Hoebel, believes that culture "is the integrated system of learned behavior patterns which are characteristic of the members of a society and which are not the result of biological inheritance."(5) All of these definitions can be combined to include the world views, actions, and products of a given community of people.
Christians are to observe and analyze culture and make decisions regarding our proper actions and reactions within it. A struggle is in progress and the stakes are high. Harry Blamires writes: "No thoughtful Christian can contemplate and analyze the tensions all about us in both public and private life without sensing the eternal momentousness of the current struggle for the human mind between Christian teaching and materialistic secularism."(6)
Believers are called to join the struggle. But in order to struggle meaningfully and with some hope of influencing our culture, we must be informed and thoughtful Christians. There is no room for sloth or apathy. Rev. 3:15-16 states, "I know your deeds, that you are neither cold nor hot; I would that you were cold or hot. So because you are lukewarm, and neither hot nor cold, I spit you out of My mouth."
God forbid that these words of condemnation should apply to us.
Transforming Culture
Church history demonstrates that one of the constant struggles of Christianity, both individually and corporately, is with culture. Where should we stand? Inside the culture? Outside? Ignore it? Isolate ourselves from it? Should we try to transform it?
The theologian Richard Niebuhr provided a classic study concerning these questions in his book Christ and Culture. Even though his theology is not always evangelical, his paradigm is helpful. It includes five views.
First, he describes the "Christ Against Culture" view, which encourages opposition, total separation, and hostility toward culture. Tertullian, Tolstoy, Menno Simons, and, in our day, Jacques Ellul are exponents of this position.
Second, the "Christ of Culture" perspective is exactly the opposite of "Christ Against Culture" because it attempts to bring culture and Christianity together, regardless of their differences. Liberation, process, and feminist theologies are current examples.
Third, the "Christ Above Culture" position attempts "to correlate the fundamental questions of the culture with the answer of Christian revelation."(7) Thomas Aquinas is the most prominent teacher of this view.
Fourth, "Christ and Culture in Paradox" describes the "dualists" who stress that the Christian belongs "to two realms (the spiritual and temporal) and must live in the tension of fulfilling responsibilities to both."(8) Luther adopted this view.
Fifth, "Christ the Transformer of Culture" includes the "conversionists" who attempt "to convert the values and goals of secular culture into the service of the kingdom of God."(9) Augustine, Calvin, John Wesley, and Jonathan Edwards are the chief proponents of this last view.
With the understanding that we are utilizing a tool and not a perfected system, I believe that the "Christ the Transformer of Culture" view aligns most closely with Scripture. We are to be actively involved in the transformation of culture without giving that culture undue prominence. As the social critic Herbert Schlossberg says, "The 'salt' of people changed by the gospel must change the world."(10) Admittedly, such a perspective calls for an alertness and sensitivity to subtle dangers. But the effort is needed to follow the biblical pattern.
If we are to be transformers, we must also be "discerners," a very important word for contemporary Christians. We are to apply "the faculty of discerning; discrimination; acuteness of judgment and understanding."(11) Matthew 16:3 includes a penetrating question from Jesus to the Pharisees and Sadducees who were testing Him by asking for a sign from heaven: "Do you know how to discern the appearance of the sky, but cannot discern the signs of the times?" It is obvious that Jesus was disheartened by their lack of discernment. If they were alert, they could see that the Lord was demonstrating and would demonstrate (in v. 4 He refers to impending resurrection) His claims. Jesus' question is still relevant. We too must be alert and able to discern our times.
In order to transform the culture, we must continually recognize what is in need of transformation and what is not. This is a difficult assignment. We cannot afford to approach the responsibility without the guidance of God's Spirit, Word, wisdom, and power. As the theologian John Baille has said, "In proportion as a society relaxes its hold upon the eternal, it ensures the corruption of the temporal."(12) May we live in our temporal setting with a firm grasp of God's eternal claims while we transform the culture he has entrusted to us!
Stewardship and Creativity
An important aspect of our discussion of Christians and culture is centered in the early passages of the Bible.
The first two chapters of Genesis provide a foundation for God's view of culture and man's responsibility in it. These chapters contain what is generally called the "cultural mandate," God's instructions concerning the care of His creation. Included in this are the concepts of "stewardship" and "creativity."
The mandate of stewardship is specifically found within 1:27-28 and 2:15, even though these two chapters as a whole also demonstrate it. Verse 28 of chapter 1 reads, "And God blessed them; and God said to them, "Be fruitful and multiply, and fill the earth, and subdue it; and rule over the fish of the sea and over the birds of the sky, and over every living thing that moves on the earth."
This verse contains the word subdue, an expression that is helpful in determining the mandate of stewardship. First, it should be observed that man is created "in the image of God." Volumes have been written about the meaning of this phrase. Obviously, it is a very positive statement. If man is created in God's image, that image must contain God's benevolent goodness, and not maliciousness. Second, it is obvious that God's created order includes industriousness, work--a striving on the part of man. Thus we are to exercise our minds and bodies in service to God by "subduing," observing, touching, and molding the "stuff" of creation. We are to form a culture.
Tragically, because of sin, man abused his stewardship. We are now in a struggle that was not originally intended. But the redeemed person, the person in Christ, is refashioned. He can now approach culture with a clearer understanding of God's mandate. He can now begin again to exercise proper stewardship.
The mandate concerning creativity is broadly implied within the first two chapters of Genesis. It is not an emphatic pronouncement, as is the mandate concerning stewardship. In reality, the term is a misnomer, for we cannot create anything. We can only redesign, rearrange, or refashion what God has created. But in this discussion we will continue to use the word with this understanding in mind.
A return to the opening chapter of Genesis leads us to an intriguing question. Of what does the "image of God" consist? It is interesting to note, as did the British writer Dorothy Sayers, that if one stops with the first chapter and asks that question, the apparent answer is that God is creator.(13) Thus, some element of that creativity is instilled in man. God created the cosmos. He declared that what He had done was "very good." He then put man within creation. Man responded creatively. He was able to see things with aesthetic judgment (2:9). His cultivation of the garden involved creativity, not monotonous servitude (2:15). He creatively assigned names to the animals (2:19-20). And he was able to respond with poetic expression upon seeing Eve, his help-mate (2:23). Kenneth Myers writes: "Man was fit for the cultural mandate. As the bearer of his Creator-God's image, he could not be satisfied apart from cultural activity. Here is the origin of human culture in untainted glory and possibility. It is no wonder that those who see God's redemption as a transformation of human culture speak of it in terms of re-creation."(14)
As we seek to transform culture we must understand this mandate and apply it.
Pluralism
Pluralism and secularism are two prominent words that describe contemporary American culture. The Christian must live within a culture that emphasizes these terms. What do they mean and how do we respond? We will look at pluralism first.
The first sentence of professor Allan Bloom's provocative and controversial book, The Closing of the American Mind, reads: "There is one thing a professor can be absolutely certain of: almost every student entering the university believes, or says he believes, that truth is relative."(15)
This statement is indicative of Bloom's concern for the fact that many college students do not believe in absolutes, but the concern goes beyond students to the broader population. Relativism, openness, syncretism, and tolerance are some of the more descriptive words for the ways people are increasingly thinking in contemporary culture. These words are part of what I mean by pluralism. Many ideas are proclaimed, as has always been the case, but the type of pluralism to which I refer asserts that all these ideas are of equal value, and that it is intolerant to think otherwise. Absurdity is the result. This is especially apparent in the realm of religious thought.
In order for evangelicals to be transformers of culture they must understand that their beliefs will be viewed by a significant portion of the culture as intolerant, antiquated, uncompassionate, and destructive of the status quo. As a result, they will often be persecuted through ridicule, prejudice, social ostracism, academic intolerance, media bias, or a number of other attitudes. Just as with Bloom's statement, the evangelical's emphasis on absolutes is enough to draw a negative response. For example, Jesus said, "I am the way, and the truth, and the life; no one comes to the Father, but through Me" (John 14:6). Such an exclusive, absolute claim does not fit current pluralism. Therefore, the pluralist would contend that Jesus must have meant something other than what is implied in such an egocentric statement.
It is unfortunate that Christians often have been absorbed by pluralism. As Harry Blamires puts it, "We have stopped thinking christianly outside the scope of personal morals and personal spirituality."(16) We hold our beliefs privately, which is perfectly legitimate within pluralism. But we have not been the transformers we are to be. We have supported pluralism, because it tolerates a form of Christianity that doesn't make demands on the culture or call it into question.
Christianity is not just personal opinion; it is objective truth. This must be asserted, regardless of the responses to the contrary, in order to transform culture. Christians must affirm this. We must enter our culture boldly with the understanding that what we believe and practice privately is also applicable to all of public life. Lesslie Newbigin writes: "We come here to what is perhaps the most distinctive and crucial feature of the modern worldview, namely the division of human affairs into two realms-- the private and the public, a private realm of values where pluralism reigns and a public world of what our culture calls `facts.'"(17)
We must be cautious of incorrect distinctions between the public and private. We must also influence culture with the "facts" of Christianity. This is our responsibility.
Secularism
Secularism permeates virtually every facet of life and thought. What does it mean? We need to understand that the word secular is not the same as secularism. All of us, whether Christian or non-Christian, live, work, and play within the secular sphere. There is no threat here for the evangelical. As Blamires says, "Engaging in secular activities . . . does not make anyone a `secularist', an exponent or adherent of `secularism'."(18) Secularism as a philosophy, a world view, is a different matter. Blamires continues: "While `secular' is a purely neutral term, `secularism' represents a view of life which challenges Christianity head on, for it excludes all considerations drawn from a belief in God or in a future state."(19)
Secularism elevates things that are not to be elevated to such a high status, such as the autonomy of man. Donald Bloesch states that "a culture closed to the transcendent will find the locus of the sacred in its own creations."(20) This should be a sobering thought for the evangelical.
We must understand that secularism is influential and can be found throughout the culture. In addition, we must realize that the secularist's belief in independence makes Christianity appear useless and the Christian seem woefully ignorant. As far as the secularist is concerned, Christianity is no longer vital. As Emil Brunner says, "The roots of culture that lie in the transcendent sphere are cut off; culture and civilisation must have their law and meaning in themselves."(21) As liberating as this may sound to a secularist, it stimulates grave concern in the mind of an alert evangelical whose view of culture is founded upon God's precepts. There is a clear dividing line.
How is this reflected in our culture? Wolfhart Pannenberg presents what he believes are three aspects of the long-term effects of secularism. "First of these is the loss of legitimation in the institutional ordering of society."(22) That is, without a belief in the divine origin of the world there is no foundation for order. Political rule becomes "merely the exercising of power, and citizens would then inevitably feel that they were delivered over to the whim of those who had power."(23)
"The collapse of the universal validity of traditional morality and consciousness of law is the second aspect of the long-term effects of secularization."(24) Much of this can be attributed to the influence of Immanuel Kant, the eighteenth-century German philosopher, who taught that moral norms were binding even without religion.(25)
Third, "the individual in his or her struggle towards orientation and identity is hardest hit by the loss of a meaningful focus of commitment."(26) This leads to a sense of "homelessness and alienation" and "neurotic deviations." The loss of the "sacred and ultimate" has left its mark. As Pannenberg writes: "The increasingly evident long-term effects of the loss of a meaningful focus of commitment have led to a state of fragile equilibrium in the system of secular society."(27)
Since evangelicals are a part of that society, we should realize this "fragile equilibrium" is not just a problem reserved for the unbelieving secularist; it is also our problem.
Whether the challenge is secularism, pluralism, or a myriad of other issues, the Christian is called to practice discernment while actively transforming culture.

JESUS : KING OF ENTERTAINMENT


Dunia entertainment memang identik dengan dunia glamor, dimana ada pesta, music, tarian, dan serba party lah. Dunia
dimana kita hidupi saat inipun juga sangat identik dengan dunia entertainment atau hiburan. Bahkan acara-acara televisipun juga sangat care dengan entertainment yang bisa menyedot dana milyaran rupiah dari hasil iklan program acara. Bahkan kalau kita melihat saat ini, banyak gereja yang menggabungkan antara ibadah dengan entertainment untuk menjangkau dunia. Lihat saja setting dekorasi ibadah di beberapa gereja modern saat ini, yang penuh dengan lampu2 berwarna warni, efek cahaya, efek asap, dan masih banyak lagi yang bernuansa pesta. Apakah salah? Tidak! Kalau kita mempelajari alkitab kita akan menemukan bahwa habitat Asli dari Tuhan kita ialah di Surga, dan di surge tidak ada tangisan dan air mata tetapi yang ada ialah sukacita dari Tuhan. Sangat lumrah jika kita sebagai gereja Tuhan menyukai dunia entertainment karena Tuhanpun merupakan King of Entertainment. Kita akan melihat beberapa kenyataan dari kehidupan Tuhan kita yang erat kaitannya dengan dunia entertainment :
MUJIZAT PERTAMA DI PESTA KANA
Mengapa mujizat pertama kali yang dibuat Yesustidak ditempat perkabungan? Mengapa tidak menyembuhkan orang sakit dan menderita? Mengapa mujizat pertama malahan dilakukan di tempat pesta yang berisi dengan orang-orang yang bersukacita dan bisa dikatakan dunianya entertainment? Karena memang habitat asli Tuhan ialag Surga yang berisi dengan sukacita.dalam pesta yang seharusnya akan terjadi kekurangan anggur, tetapi berkat kehadiran Yesus, maka pesta tetap berlangsung dan mengundang pujian beberapa pihak karena anggur yang terbaik yang dibuat Yesus memberkati banyak orang.
Dalam dunia entertainment pun kita harus bsa menjadi berkat, mungkin bakat kita di modeling, penyanyi, actor / aktris, dan masih banyak lagi termasuk pemain band, itu merupakan lading kita untuk menjangkau dunia entertainment. Tuhan telah menyerahkan area tersebut untuk kita kelola untuk kemuliaan nama Tuhan dan menghadirkan Kristus bagi banyak orang.
PERUMPAMAAN KEDATANGAN
YESUS DENGAN PESTA RAJA
Beberapa perumpamaan penting tentang kedatangan Yesus dalam perjanjian baru diumpamakan seperti sebuah pesta raja. Dimana setiap orang penting dan kaya diundang, namun ternyata mereka menolak dengan beberapa alas an sehingga sang raja memerintahkan untuk mengundang gembel pinggir jalan dan orang-orang yang terlantar untuk mengikuti pesta tersebut, bahkan sang raja membagikan pakaian kepada undangan untuk masuk dalam ruangan pesta.
Bahkan Yesus pernah berkata bahwa jika satu orang bertobat maka seluruh surga akan bersorak sorai, bukankah itu pertanda sebuah pesta? Ada sukacita, sorak sorai, kegembiraan yang tak terbayangkan dan ekspresi lainnya.
KITAB WAHYU: PESTA ANAK DOMBA
Di kitab paling akhir alkitab kitapun, Tuhan menggambarkan apa yang terjadi pada saat penganggkatan orang-orang kudus di akhir jaman, Tuhan mengadakan pesta anak domba dan kita semua bertemu diawan-awan dalam sebuah pesta besar kemenangan dan kedatangan Tuhan.
Jika Yesus saja menyukai entertainment, bukankah itu artinya bahwa Tuhan juga memberikan mandate kepada kita untuk menjadi garam dan terang didunia entertainment? Banyak artis dan penyanyi yang juga anak Tuhan menjadi berkat dalam kehidupannya, seperti Ruth Sahanaya, Ari Wibowo, Nafa & Zacklie, Jupiter, Agnes Monika, dan masih banyak lagi artis-artis yang berprestasi yang mewarnai dunia entertainment di Indonesia. Bahkan didunia internasional seperti Oprah Winfre, Bono U2, dan beberapa artis dunia lainnya telah menjadi berkat bagi seluruh manusia.
Saya sangat bersyukur punya teman-teman yang sedang menjalankan mandate budaya di dunia entertaint diantaranya Roro yang menjadi penyiar radio Sahabat Kehidupan di madiun, Dessy yang juga menjadi art design dan penyiar di Radio Nafiri Surabaya, Efrata yang menjadi piñata rias di sebuah stasiun TV Nusantara di Jakarta, Sigit yang juga mendirikan studio foto Caelis di Surabaya, dan beberapa orang lainnya yang sedang menjalankan mandate budaya dalam kehidupan mereka.
Inilah saatnya bagi kita untuk kembali pada perintah dan amanat agung Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Kristus dan menjangkau dunia dimana kita telah ditempatkan oleh Tuhan untuk menjadi berkat didalamnya. Percayalah bahwa Tuhan ialah satu-satunya King of Entertainment yang membawa perubahan, harapan dan kebahagian bagi seluruh umat manusia. Siapkah kita untuk mewarnai dunia? *Hendri

Selasa, 14 Oktober 2008

PENGINJILAN ON LINE : KEKUATAN BARU DALAM PENGINJILAN


Terbang ke lokasi-lokasi eksotik, terlibat dalam satu keluarga, dan investasi bertahun-tahun dalam kehidupan satu orang tidak lagi dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan misi global sehubungan dengan peningkatan teknologi komunikasi.
Sekarang, dengan kekuatan teknologi Internet, orang-orang Kristiani bisa membagikan Injil dan rencana Tuhan bagi keselamatan jiwa-jiwa di 191 negara di seluruh dunia tanpa perlu meninggalkan rumah mereka.
Global Media Outreach (GMO), dengan lebih dari 71 website-nya terbagi dalam isu-isu dan topik-topik populer, telah menolong lebih dari 1,3 juta orang yang diindikasikan memberi keputusan mengikut Yesus Kristus hanya di tahun 2007 saja. "Orang yang mengalami krisis umumnya sering log on," ujar Walt Wilson, pendiri dan penggagas dari GMO kepada Christian Post.
Ketika orang-orang mencari mengenai pernikahan dan perselingkuhan, "pilihannya adalah sangat bagus bahwa mereka menemukan kami," ujarnya, "Faktanya itu adalah topik nomor satu saat ini - hubungan pernikahan."
Wilson mencatat bahwa beberapa minggu lalu seorang wanita mengatakan kepadanya bahwa ia meng-google (mencari melalui search engine Google, red) kata "help me" dan itulah bagaimana ia menemukan pelayanan tersebut. Yang lainnya mencari di Web menggunakan keyword sepert kecanduan narkoba (drug addiction, red), alkoholik (alcoholism, red), dan kesulitan keuangan (financial chaos, red), dan lain-lain dan akhirnya menemukan GMO.
"Orang-orang yang sedang dalam krisis menemukan kami," Wilson berkata dengan tegas, "Saya rasa dengan dua alasan. Kami mengetahui sesuatu mengenai optimasi search-engine, dan yang kedua, saya sangat yakin bahwa ketika seseorang dengan sungguh-sungguh mencari wajah Tuhan Ia akan mengungkapkan DiriNya."
"Maka saya sangat percaya bahwa sebenarnya kesuksesan kami dan traffic (web) kami datang dari kekuatan Roh Kudus," ujarnya. "Ini bukanlah sesuatu bahwa kami begitu pandai atau spesial."
GMO mengembangkan sebuah kekuatan sukarelawan dari 2000 penginjil online yang membalas melalui email untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan bagi yang mencari-cari, yang skeptik, dan orang Kristiani yang membutuhkan dukungan. Pelayanan ini bertujuan menciptakan website-website yang mudah digunakan dan dicari sebagaimana juga aman bagi individual-individual yang mencari Tuhan melalui online untuk belajar mengenai Injil dan berhubungan dengan mentor Kristiani. Sukarelawan-sukarelawan direkrut dari gereja-gereja injil dan ditanyakan juga referensi dari pastor mereka. Mereka umumnya menghabiskan waktu beberapa menit saja untuk membalas email-email dan memegang pekerjaan penuh waktu mereka.
Orang Kristiani berpartisipasi dalam pelayanan jangkauan luas dari latar belakang profesional termasuk eksekutif bisnis, ibu-ibu rumah tangga, pelajar, pengendara truk, dan lain-lain.
Melalui penginjil-penginjil online tersebut, orang-orang dari tempat terpencil seperti desa kecil di Afghanistan bisa untuk bertanya mengenai Yesus dan kekristenan.
Wilson mengungkapkan, "Anda bertanya-tanya, bagaimana orang-orang tersebut mengakses internet. Ya sebenarnya hanyalah 1,3 milyar orang di dunia yang memiliki akses internet dan 3,5 milyar memiliki telepon seluler dan kami menjangkau 4000 orang setiap bulannya melalui ponsel."
"Jadi keseluruhannya ada lebih dari 3 milyar orang di luar sana yang memiliki akses internet," ujarnya. "Dan omong-omong, gereja tidak hadir dalam kebanyakan hidup mereka."
Pendiri GMO ini juga menemukan bahwa website-websitenya mendapatkan traffic berjumlah besar dari orang-orang Muslim yang tertarik dengan Yesus.
Setelah seseorang menyatakan komitmen kepada Yesus Kristus, penginjil-penginjil online bertanggung-jawab untuk mengarahkan mereka kepada program pemuridan yang tersedia online dan juga menolong mereka terhubung ke gereja-gereja lokal atau kegerakan Kristiani.
Tahun ini, GMO berharap untuk menolong lebih dari 2 juta orang yang akhirnya membuat keputusan Yesus sebagai Juruselamat mereka.
Pelayanan ini mempersiapkan untuk memperluas jangkauannya dengan meluncurkan radio berbasis Internetnya di akhir Oktober dan sedang mengembangkan televisi berbasis Internet, dipersiapkan untuk diluncurkan pada awal 2009, untuk mengabarkan Injil.
"Kami akan memberitahukan semua pembelajar dari seluruh dunia kisah mengenai Yesus melalui film dan suara," ujar Wilson.
Sumber : christianpost.com/Tmy

WUJUDKAN MIMPI SATU DEMI SATU


Mulailah dengan hal kecil
Terkadang api yang kecil itu bagus. Orang yang sudah berpengalaman kemping di hutan menyarankan membuat api unggun dengan ranting-ranting kecil dan dedaunan kering, lalu membiarkan mereka terbakar dengan baik, dan sedikit-sedikit tambahkan ranting atau cabang pohon yang lebih besar, sampai akhirnya menambahkan balok-balok kayu. Api unggun yang besar dimulai dengan api yang membakar ranting-ranting yang kecil. Mulailah dengan hal-hal kecil dan bangunlah jalan Anda ke atas. Itu akan berhasil dengan api unggun dan juga impian.
Bahkan pencapaian-pencapaian kecil yang dilakukan dengan konsisten, dapat memimpin kepada kesuksesan yang besar. Anda mungkin mempunyai target-target yang lebih besar daripada saya, tapi setiap target kecil adalah sebuah langkah maju ke target yang lebih besar. Jika kita langsung mengejar target yang besar, kita mungkin bisa menjadi mangsa yang mudah bagi hal-hal yang lebih liar. Lagipula, kita juga tidak mau menghabiskan hidup kita berendam dalam kolam kepuasan yang stagnan dan menunggu penyakit malaria itu menyerang kita. Jadi mari merangkak keluar dari zona nyaman kita dan bergerak maju!
Bagaimana cara memakan seekor gajah? Satu gigitan setiap kali.
Gurauan itu benar. Apa yang membuat Anda berbinar? Jika Anda ingin menulis novel, mulailah dengan menghadiri pertemuan para penulis atau menulis di blog. Jika Anda ingin menjadi pemain alat musik tertentu yang ahli, daftarkanlah diri Anda untuk mengikuti kelas musik. Jika Anda ingin menjadi koki yang handal, mulailah berinvestasi dengan membeli buku-buku masakan. Apakah Anda merasa terpanggil untuk menjadi seorang misionaris? Anda tidak harus menjual semua harta benda Anda lalu pergi ke Zimbabwesepanjang sisa hidup Anda, setidaknya belum perlu. Tapi, mulailah dengan bekerja secara sukarela di dapur umum atau pergilah dalam perjalanan misi yang singkat bersama dengan anggota-anggota gereja Anda. Jika ada sesuatu yang ingin Anda lakukan, mulailah dengan langkah-langkah kecil.
Sebagai seorang anak, saya suka membuat lukisan, karena saya bisa memilih untuk menyapukan kuas dengan warna yang berbeda-beda dan membuat satu karya yang hebat. Pertama, saya menggunakan warna coklat, lalu saya mengambil warna hitam, dan seterusnya. Pelan-pelan, lukisan itu tampak mirip seperti gambar seekor kucing. Jangan menjadi kesal karena hal-hal kecil. Mungkin untuk hari ini, Anda bergerak lambat atau menemui beberapa halangan, tapi besok adalah hari yang baru!
Itu tidak pernah terlambat!
Apakah Anda kuatir bahwa Anda terlalu tua untuk memulai sesuatu yang baru? Kolonel Sanders (penemu Kentucky Fried Chicken) baru berhasil setelah berusia 65 tahun! Dan saat ini kita masih bisa merasakan kesuksesannya itu lewat Kentucky Fried Chicken. Anda bisa memulai sekarang juga. Tidak ada kata terlambat, percayalah!
Serahkan rencana Anda kepadaNya
Tuhan mengetahui keinginan-keinginan hati Anda, jadi percayakan rencana-rencana Anda kepadanya. Saya pernah mendengar seseorang berkata, adalah lebih mudah untuk mengemudikan sebuah kendaraan yang bergerak. Kita seharusnya bergerak dengan kemudi yang mudah diarahkan sehingga Dia bisa mengarahkan kita sesuai kehendak dan rencanaNya atas kita. Jangan menjadi seperti sebuah batu yang keras, naiklah ke mobil Anda dan majulah menuju tujuan Anda. Ini waktunya untuk menyalakan api semangat dalam diri kita dan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang baru sekarang sehingga kita bisa mencapai impian-impian kita.

"dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu."(Mazmur 37:4)
(www.jawaban.com)

SUN HO : ISTRI GEMBALA YANG BERSINAR DIDUNIA MUSIK INTERNASIONAL


Ho Yeow Sun, atau lebih dikenal Sun Ho adalah seorang penyanyi dari Singapura. Mungkin namanya sangat familiar bagi Anda? Ya, dia adalah istri dari gembala sebuah gereja megachurch di Singapura. Sun Ho adalah istri dari Pastor Kong Hee, pendiri City Harvest Church. Sekalipun telah menjadi seorang istri pendeta, hebatnya Sun tidak meninggalkan karirnya di musik sekuler.
Artis yang bertatto, entah tattoo tersebut asli atau tidak, namun tidak dipungkiri bahwa penyanyi yang debutnya di musik mandarin cukup hebat ini adalah seorang pecinta berat Tattoo Art. Hal ini dia perlihatkan dengan begitu sukanya dia memakai baju berimage tattoo.
Sun Ho ternyata tidak setengah-setengah dalam kiprahnya di dunia musik, hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Sun menjadi duta musik pada Olimpiade Beijing 2008 lalu oleh China. Istri pastor Kong Hee yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai Music Director di City Harvest pada tahun 2003 ini, telah menelurkan berbagai album yang sering berada di top music chart. Bahkan sejak tahun 2003 hingga 2006, Sun telah mengasilkan lima album pertama dalam bahasa Inggris yang menduduki posisi puncak dalam Billboard Magazine dan London-based Musik Week pada kategori dance club chard. Direncanakan pada tahun 2009 nanti Sun akan mengeluarkan album baru yang berkolaborasi dengan Paul Simon dan juga akan melakukan tour ke Kanada dan Amerika.
Namun jangan membuat penilaian miring dulu dengan getolnya istri pendeta ini berkiprah dalam dunia musik. Wanita yang memperoleh gelar M.A dalam bidang konseling dari City Harvest ini memiliki masa kecil yang sangat berat. Hal ini memotivasi Sun untuk menolong orang lain yang memiliki pergumulan sama dengannya dulu, yaitu bagaimana menangani depresi.
Sun memulai karirnya dalam dunia tarik suara dengan jalur musik pop pada tahun 2002, yang dilakukannya itu untuk melakukan pengumpulan dana bagi beberapa organisasi sosial.
Tim kemanusiaan dimana Sun terlibat telah membantu dalam berbagai bencana alam yang terjadi didunia, salah satunya adalah pada saat Tsunami pada tahun 2005, mereka membantu mendirikan sekolah, klinik kesehatan di Indonesia. Selain itu, mereka juga membangun panti asuhan di China dan Sri Langka.
Pada Mei 2008 lalu, Sun menyumbangkan 500 tenda sebagai perlindungan sementara pada waktu gempa di Sinchuan, China. Bersama sumbangan pribadinya, dia juga mengajak teman-temannya melakukan pengumpulan dana yang menghasilkan SGD 129.000 untuk membeli perlengkapan sekolah bagi anak-anak di Sinchuan.
Selain itu, Sun Ho juga tampil dalam program amal yang diadakan CCTV dalam "Rebuilding The Homeland With One Heart" dalam pencarian dana bagi korban gempa itu. Selain itu singel terbarunya, "Eternal Blossom" dikumandangkan diberbagai radio sebagai lagu pemberi semangat bagi semua korban gempa pada Mei lalu itu.
Selain kiprahnya dalam berbagai aksi kemanusiaan, Sun Ho bersama Pastor Kong Hee juga membuka butik Skin Couture, di The Marina Square (Singapura) yang menjual berbagai bajudan asesoris dari berbagai merek terkenal di Amerika. Dia kemudian membuka butik keduanya pada Oktober 2006 di The Heeren Shops (Singapura), namun butik yang satu ini mengusung berbagai merek dari Jepang.
Uniknya, Ho hingga saat ini menetap di Amerika sekalipun sang suami menetap dan menggembalakan gereja di Singapura. Namun dalam kesibukannya dan letak geografis yang terpisah, hingga kini keduanya tidak menunjukkan adanya keretakan dalam pernikahan mereka. Hal ini harus mendapatkan acungan jempol, karena dengan karirnya sebagai artis, dia sepertinya dapat tetap berperan dengan baik sebagai seorang istri dan ibu gembala.
Untuk ukuran saat ini, hal ini terbilang luar biasa dengan sebuah label seorang istri gembala dan juga artis sekuler. Mari berdoa agar pernikahan keduanya tetap kuat, sehingga kehidupan Pastor Kong Hee dan Sun Ho dapat menjadi teladan dan inspirasi bagi generasi saat ini.
Sumber : Berbagai Sumber/VM

CULTURAL MANDATE


Tuhan berfirman pertama kali pada Adam dan Hawa agar mereka beranakcucu, bertambah banyak dan berkuasa atas segala ciptaan Tuhan dibumi. Sebuah
mandate terbesar yang pernah diberikan Tuhan kepada ciptaanNya yang satu ini yaitu manusia. Banyak area yang menjadi lingkup kekuasaan manusia ketika mereka diberikan mandate tersebut, tak terkecuali segala makhluk hidup yang ada didalamnya kecuali pohon pengetahuan yang baik dan jahat.
Otoritas manusia yang begitu besar belum pernah diberikan oleh Tuhan kepada siapapun termasuk malaikat yang dekat denganNya yaitu Michael sekalipun.
DIMANA MANUSIA BERKUASA?
Satu alasan penting mengapa manusia ditempatkan die den ialah, karena Allah tahu bahwa habitat asli manusia pertama ialah di Eden. Dalam bahasa aslinya, Eden berarti Spot Of God’s Presence (Hadirat Tuhan), hanya jika berada di Eden lah maka manusia berkuasa, diluar Eden, manusia kehilangan otoritas. Karena dosa lah maka manusia kehilangan otoritas, karena terusir dari eden. Alkitab mencatat jelas, bahwa ketika manusia pertama terhalau dari eden maka mereka tidak berkuasa sama sekali, bahkan hanya untuk mencari makananpun mereka harus bersusah payah untuk mengusahakannya. Sangat berbeda dengan keadaan mereka waktu berada di Eden.
Maka dari itulah, ketika kita tidak tinggal dalam hadirat Tuhan maka kualitas dan otoritas Tuhan hilang dari kita, kita hanya menjadi manusia biasa dan tidak punya pengaruh apapun.
CULTURAL MANDATE
Apa sebenarnya Cultural mandate tersebut? Dalam bahasa Indonesianya Mandat Budaya. Mandate budaya tersebut bukan hanya berbicara tentang kebudayaan secara hurufiah tetapi budaya berbicara tentang seluruh aspek yang manusia jalani sehari-hari. Segala aspek yang ada pada manusia dikesehariannya merupakan lingkup budaya. Namun, kebanyakan orang menyamakan budaya dengan kesenian, walaupun kesenian sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Buktinya, ketika kita beribadah di gereja, kita banyak melihat budaya ada disana, diantaranya music, penyanyi, multimedia, tarian, bahkan sampai pembicarapun berada dalam lingkup budaya.
ASPEK BUDAYA JAMAN MODERN
Beberapa aspek jaman modern yang harus kita kuasai pada jaman modern saat ini diantaranya :
Advertising
Yesus datang kedunia dengan advertising, Dia memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh para pemimpin agama manapun. Kalau para pemimpin agama datang dan mengajarkan agama, tetapi Yesus datang dengan gaya yang berbeda dan lebih membumi. Jika para pemimpin agama dan ahli taurat mengajarkan teori, Yesus sebaliknya, Dia mengajarkan praktek dan mendemonstrasikan kuasaNya sebagai Allah yang hidup. Dan bagi sebagian orang itu merupakan strategi advertising yang luar biasa. Dampaknya, tanpa Dia harus bercerita banyakpun, orang-orang telah menjadi alat advertising (iklan) yang efektif yaitu komunikasi dari mulut ke mulut. Praktek dalam kehidupan kita, kita harus menguasai dunia advertising yang didalamnya terdapat industry penerbitan, percetakan, ikaln2 televisi, media cetak dan sebagainya. Jika advertising saat ini lebih menonjolkan eksotismen dan seksualitas dari lawan jenis, saatnya anak Tuhan merebut area tersebut dengan nilai Kerajaan Allah yang membumi. Nilai perputaran uang selama satu tahun didunia ini rata-rata $400 milyar, ini merupakan jumlah income yang besar jika kita pandai untuk memanfaatkannya.
Celebritis
Diakui atau tidak, dunia selebritis merupakan lahan yang basah untuk penginjilan, namun juga merupakan jurang yang dalam jika kita tidak berhati-hati saat masuk didalamnya. Banyak kesaksian indah yang muncul dalam dunia selebritis Indonesia seperti pertobatan yang dialami oleh Jupiter akibat penjangkauan yang dilakukan oleh Nafa Urbach dan Jacklie, Ari Wibowo yang tetap menjaga kekudusan ditengah-tengah dunia artis yang berusaha mendorongnya untuk hidup dalam kekelaman, dan masih banyak lainnya. Namun, disisi lain ada pula artis yang terseret oleh arus dunia dengan pindah agama, menggunakan narkoba, dan dosa sex lainnya. Yesus bisa saja disebut sebagai selebritis jaman itu yang membuat iri para ahli taurat dan farisi, dengan kehadiranNya yang mewarnai hidup banyak orang, membuat Yesus berada disebuah posisi yang luar biasa ditengah-tengah masyarakat. Namun, Yesus bukanlah artis yang mudah terseret dalam kehidupan dunia tetapi Dia merupakan teladan sebagai garam yang berada ditengah dunia, dan memancarkan kehidupan Ilahi.
Music
Hampir 90% acara-acara ditelevisi maupun radio diwarnai dengan music. Coba kita melihat acara sinetron, selalu diawali dengan music, ditengah-tengahpun kadang terdapat music, dan diakhiri pula dengan music. Music merupakan bahasa universal dan dapat diterima oleh semua manusia. Iklan-iklan di TV atau radio pun juga menggunakan music untuk membawa penonton dan pendengarnya untuk menikmati tayangan yang disajikan. Bahkan acara-acara dengan rating tertinggi dipegang oleh acara music seperti INBOX di SCTV dan acara sejenis lainnya. Music merupakan ciptaan Tuhan, dan iblis memanfaatkannya untuk merusak manusia terutama moral. Kalau kita melihat konser-konser music underground, selalu ada sexual act didalamnya baik lewat kata-kata lagu, gerakan-gerakan dan symbol-simbol yang ditampilkan. Setan hobi untuk mencuri dan membinasakan, demikian pula pada area music. Music yang harusnya dipakai untuk pengagungan pada Tuhan, mulai digunkana untuk penghujatan pada Tuhan. Otoritas Tuhan pun diberikan kepada kita untuk menguasai area tersebut yang merupakan implementasi mandat budaya yang diberikan Tuhan.
Movies
Banyak film yang mengambarkan kehidupan sehari-hari manusia, baik kisah sedih, bahagia, kekayaan, kesakitan, penderitaan, dan macam-macam perasaan lainnya. Melalui film, dunia dapat dipengaruhi olehnya, lihat saja film-film anak seperti Spiderman, Superman, Batman, dan super hero lainnya, akibat film-film tersebut maka banyak anak kecil yang terengaruh atasnya. Banyak mereka yang jika ditanya cita-citanya akan menjawab salah satu dari figure tersebut. Bahkan film-film percintaan yang sukses telah mempengaruhi banyak orang, misalnya seperti kisah Titanic yang meraup penjualan yang luar biasa. Darimana asalnya film? Jawabnya ialah Imajinasi. Tuhan adalah sang Creator yang imaginer, dan manusia ialah satusatunya makhluk yang bisa merimajinasi dan bermimpi. Melalui kemampuan itulah manusia dapat menciptakan kisah-kisah yang luarbiasa yang dapat mempengaruhi simpati dan empati orang yang melihatnya. Apa jadinya jika kita menciptakan film-film dengan nilai kristus seperti buku harian Nayla, dan kisah sejenisnya?
Television
Industry yang memerlukan kreativitas ialah industry televisi. Melalui iklan-iklan yang membooking di sebuah stasiun televisi, menghasilkan milyaran rupiah hanya untuk kontran satu minggu. Penghasilan yang sangat fantastis tentunya untuk ukuran sebuah usaha yang dijalankan. Melalui televise pula, penginjilan dapat dijalankan dengan sangat efektif dan tidak memerlukan kehadiran sang pengajar, bahkan acara-acara yang dikemas dengan menarik akan menarik banyak minat orang-orang yang bisa melihat nilai kerajaan didalamnya. Saat ini banyak stasiun televisi baru yang mulai memunculkan acara-acara yang mendidik dan tentunya nilai kerajaan didalamnya, namun kita jangan mudah puas dengan keadaan, karena masih banyak area yang harus kita jangkan dalam televisi.
Fashion
Fashion telah ada sejak manusia jatuh dalam dosa, Allah dengan kasihnya merajut pakaian dari bulu binatang untuk dikenakana pada manusia untuk menutupi ketelanjangannya. Bahkan dunia fashion telah berkembang pada jaman-jaman kerajaan di dalam alkitab, salah satunya ialah jaman kerajaan Salomo yang penuh dengan kemakmuran dan kelimpahan. Jubah para imam pada jaman tersebut juga memiliki nilai fashion yang sangat tinggi, baik terbuat dari sutra, dengan perhiasan batu-batuan permata yang mahal merupakan sebuah fakta bahwa dalam gerejapun fashion sangat dihargai. Bahkan Esterpun juga mengenakan fashion untuk memikat hati raja, bayangkan jika dia bertemu raja dengan pakaian budak?
Sports
Salah satu contoh dari keberhasilan penginjilan, terjadi pada saat jaman Maradona berhasil melakukan sebuah goal dalam pertandingan, walaupun melalui tangannya. Seluruh Koran-koran dalam maupun luar negeri menyebut bahwa goal yang dilakukan oleh Maradona tersebut dengan istilah “The Hand Of God” (goal tangan Tuhan). Lagi, tim bulu tangkis Indonesia yang berhasil menyabel medali Emas dalam Olimpiade Beijing merupakan anak Tuhan, bahkan pelatih sampai pemain bulu tangkis nasional diwarnai oleh kehadiran dan prestasi yang dihasilkan oleh anak Tuhan.
Art
Kesenian-kesenian tingkat dunia yang dihasilkan baik di Negara Eropa dan sekitarnya lahir dari tangan anak uhan dan berbicara tentang kehidupan Tuhan dan manusia.kesenian berbicara tentang perasaan, dan Tuhan merupakan pencipta seni yang luar biasa, Dia menciptakan manusia dengan tangannya dan penuh dengan sentuhan seni yang tinggi. Segala makhluk yang diciptakan Tuhanpun memiliki nilai seni yang tinggi, sehingga banyak sekali manusia ingin memburunya karena memiliki nilai yang tinggi.
Internet
Berlomba-lomba gereja modern membuat situs-situs mereka di internet, dengan harapan banyak orang diseluruh penjuru dunia dapat mengakses kabar baik tentang Kristus. Anak Tuhan harus bisa menguasai media ini dan menghasilkan karya yang spektakuler dan luar biasa sehingga nama Tuhan dapat dipermuliakan dimanapun dan kapanpun terutama dalam dunia maya.
Politics
Yusuf, Daniel, Sadrach, Mesakh, Abednego merupakan contoh nyata orang-orang yang berhasil dalam dunia perpolitikan diluar bangsanya. Meskipun mereka orang-orang yang berada di lingkungan minoritas, namun mereka dapat menunjukkan kualitas dan integritas mereka dalam kehidupan politik atas bangsanya. Di Indonesia kita mengenal JE Leimena, Marie Elka Pangestu, Purnomo Yusgiantoro, mereka merupakan contoh anak Tuhan yang sukses dalam pemerintahan dan membawa Kristus ditengah bangsa yang sedang berada dalam keterpurukan. Tetapi, saatnya Indonesia memunculkan orang kedua seperti Daniel, Yusuf dan tokoh-tokoh lainnya yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan dan membawa kemakmuran bagi bangsa.
Health
Apa yang menjadi tanda utama dari pelayanan Yesus ketika ada didunia? Kesembuhan. Kalau kita melihat banyak KKR kesembuhan diadakan, banyak orang yang datang berbondong-bondong datang untuk merasakan jamahan Tuhan. Apa yang terjadi jika banyak rumah sakit gratis dibuka? Banyak orang miskin dan tidak mampu akan datang dan melihat kasih Kristus melalui kehidupan anak-anak Tuhan.
Agricultural
Sector paling stabil untuk saat ini ialah pertanian, walaupun harga pupuk sedang pada harga yang cukup tinggi namun relative stabil. Banyak hamba Tuhan pedesaan yang hari-hari ini sedang menggarap lading pertanian untuk memberkati jemaat mereka, bahkan di Almolonga yang mengalami transformasi besar, hal pertama yang dikerjakan Tuhan ialah memberkati tanah mereka. Saat ini Almolonga menjadi Negara pengekspor buah dan sayur terbesar di Amerika. Ketika kelaparan dan kekeringan terjadi di Mesir, strategi yang dipakai Yusufpun dengan menyimpan bahan makanan. Industry yang tidak pernah matipun juga berada diarea pertanian, dimana setiap makhluk membutuhkan konsumsi untuk kelangsungan hidup mereka
Trade and Business
Sebagian besar perumpamaan yang Tuhan pakai untuk kedatanganNya kedua kali ialah dengan perdagangan dan investasi. Baik dirham, talenta, mutiara, dan masih banyak perumpamaan lain yang berbicara tentang perdagangan, investasi dan kekayaan. Disini Tuhan ingin mengajarkan sesuatu bahwa jika kita bisa dipercaya dalam hal kecil maka Dia akan memberikan tanggung jawab dan upah yang lebih besar. Bergantung pada tanggung jawab kita.
Educational
Bisang terakhir yang harus kita kuasai ialah pendidikan. Saya bersyukur banyak gereja yang beramai-ramai mendirikan sekolah namun saya kembali ciut hati ketika mendengar banyak sekolah yang didirikan dengan biasa sekolah yang sangat mahal melebihi biaya sekolah negeri, padahal visi nya jelas yaitu menciptakan generasi berkarakter Kristus, pertanyaan saya, apakah dengan menciptakan generasi yang berkarakter Kristus selalu dengan biaya yang super mahal? Hanya gereja yang bisa menjawabnya! *Hendri

Rabu, 08 Oktober 2008

BERADA DI PUNCAK


Pada zaman kerajaan-kerajaan di Cina, sejarah kekuasaan sering diwarnai dengan kekejaman demi kekejaman. Ini juga tidak jauh berbeda dengan sejarah kerajaan di Nusantara yang dipenuhi konflik dan intrik antar pemegang kekuasaan. Kemenangan dan kekuasaan sering dipakai untuk melampiaskan dendam yang begitu keji. Dan sudah pasti, membalas dendam selalu berarti menciptakan dendam-dendam baru yang tak berkesudahan.
Untuk kesekian kalinya, kita harus ingat bahwa kekerasan akan melahirkan kekerasan baru. Pelampiasan dendam akan memunculkan dendam baru yang tak kalah keji.
Mungkin sudah menjadi sifat manusia yang gampang sekali mabuk kekuasaan. Mengalahkan atau menaklukkan musuh dianggap sebagai pintu untuk berbuat apa saja, sekehendak hati dan tanpa mengenal batas. Sekalipun perbuatan tersebut telah melanggar batas-batas moral dan perikemanusiaan. Titah penguasa di puncak kekuasaan tak bisa dibantah oleh siapa pun, sekalipun bantahan itu mengandung kebenaran. Kita, seharusnya bisa mengambil hikmah dari sejarah kelam masa silam ini.
Dalam kehidupan nyata kita dapati yang namanya kesuksesan, nama besar, popularitas, atau kekayaan. Melalui perjuangan yang gigih, siapa pun bisa meraih hal-hal yang sangat menggoda itu. Tetapi harus diingat, sama seperti sifat kekuasaan, maka kesuksesan, nama besar, popularitas, maupun kekayaan itu sifatnya seperti pedang bermata dua. Bisa membawa kebaikan, tetapi bisa pula membawa petaka bagi mereka yang memilikinya. Semua itu tergantung pada kualitas mental orang tersebut.
Kita ambil contoh saat Myke Tyson berada di puncak kejayaannya. Sayang sekali, kesuksesan yang diraihnya dengan pengeorbanan yang besar, tidak diimbangi dengan kualitas mental. Yaitu mental kaya yang semestinya dimiliki oleh olahragawan besar sepertinya. Akhirnya, Myke Tyson terperosok dalam kasus-kasus yang menyulitkan hidupnya, sekaligus memudarkan nama besar yang pernah digenggamnya.
Ini berbeda sekali misalnya dengan Michael Jordan. Nama besar dan kesuksesannya makin berkilau berkat kualitas mental yang sehat dan mengagumkan. Prestasi dan prinsip-prinsip hidup yang dianutnya menjadikannya sebagai olahragawan besar yang diteladani. Menjadi sumber motivasi dan inspirasi banyak orang terutama generasi muda.
Sukses, nama besar, dan kekuasaan politik disikapi secara berbeda menurut kualitas mental yang dimiliki seseorang. Bagi mereka yang bermental miskin, kekuasaan, sukses, dan nama besar bisa membuatnya lupa diri, sombong, paranoid, atau penyakit-penyakit mental lainnya. Tetapi bagi mereka yang bermental kaya, kekuasaan, sukses, dan nama besar disikapi sebagai sesuatu yang tidak abadi. Sebab itu, mereka menggunakannya untuk menciptakan lebih banyak kebaikan, yang mendatangkan inspirasi dan motivasi bagi orang lain, untuk melakukan hal yang sama.

CERDIK DAN KREATIF DALAM BISNIS


Salah satu hal yang bisa dipelajari dari Strategi Perang Sun Tzu adalah soal pemanfaatan siasat pengelabuan yang luar biasa cerdiknya. Dengan kreatifitas tertentu, seorang ahli strategi perang dapat memaksa pasukan lawan terkecoh dan mengacaukan strategi mereka. Bila ini terjadi, maka siapa yang lebih cerdik dan kreatif pasti memenangkan peperangan.
Nah, dalam dunia bisnis modern, strategi pengelabuan ini bekerja melalui prinsip-prinsip pengalihan perhatian secara halus untuk menarik perhatian target pasar. Di sini seorang perancang strategi pemasaran harus bisa menciptakan instrumen-instrumen tertentu dalam bentuk servis, nilai tambah, pencitraan, dan persepsi yang membuat target merasa dimudahkan, diuntungkan, atau meraih lebih banyak manfaat.
Ambil contoh mengenai dua produk makanan kecil dengan bahan dan rasa yang relatif sama. Produk yang satu dikemas ala kadarnya dengan akibat harganya harus murah dan konsumen membeli terutama karena pertimbangan murahnya harga. Sementara produk kedua dikemas dengan sentuhan yang lebih menarik, desain yang kreatif, serta ditopang iklan yang menghasilkan citra produk eksklusif.
Hasilnya? Kita bisa tebak, citra produk yang tinggi dan berkualitas akan mendominasi benak konsumen. Alhasil, konsumen tidak keberatan membayar harga lebih tinggi untuk produk yang sejatinya bahan maupun rasanya tidak jauh berbeda. Inilah kekuatan kecerdikan dan kreatifitas dalam bisnis.
Hal yang hampir sama juga bisa kita dapati dalam kasus pemasaran paket-paket produk yang ditempuh dengan cara menggabungkan beberapa item produk, kemudian dijual dengan harga yang lebih murah dibanding pembelian per satuannya. Di sini produsen merangkai satu produk tertentu yang eksklusif dengan produk-produk pelengkap lainnya, dan kemudian menetapkan harga yang tampaknya lebih murah.
Contoh: penjualan paket wisata kapal pesiar dengan berbagai kelengkapan fasilitas yang eksklusif. Konsumen rela membayar harga untuk paket wisata yang ditetapkan. Pada kenyataanya, mereka tidak memanfaatkan semua fasilitas yang disediakan. Padahal, konsumen sudah membayar penuh harganya. Anehnya, mereka tidak terlalu merasa rugi dan merasa sudah cukup nyaman dengan mencicipi beberapa fasilitas yang diinginkannya.
Inilah penerapan strategi ‘pengelabuan’ yang kreatif. Konsumen tidak merasa dirugikan, tetapi justru merasa diuntungkan. Ini berbeda sekali dengan siasat pengelabuhan negatif, di mana kemasan yang menarik dipakai untuk membungkus produk bermutu rendah atau malah produk kadaluarsa. Jika pengelabuah kreatif membuat konsumen puas dan loyal, maka pengelabuan negatif membuat konsumen kecewa, merasa ditipu, dan akhirnya pergi meninggalkan produk kita untuk selamanya.
Jika kita berorientasi pada bisnis jangka panjang, maka sudah pasti kita harus menggunakan siasat pengelabuan yang cerdas dan kreatif.

MEMAKSIMALKAN POTENSI DIRI


Kekaguman saya terhadap 13 Bab Strategi Perang Sun Tzu serasa tak ada habisnya. Dan salah satu pelajaran berharga yang bisa kita tarik dari strategi hebat itu adalah aplikasinya bagi personal development kita. Dari pola strategic thinking yang dikembangkan Sun Tzu, kita bisa mengaplikasikannya dalam empat tahap pengembangan diri, yaitu: pertama, mengenali diri sendiri. Kedua, memposisikan diri. Ketiga, mendobrak diri. Dan keempat, aktualisasi diri.
Mengenal diri sendiri adalah dasar dari tindakan-tindakan untuk mencapai sebuah cita-cita besar. Dalam 13 Bab Strategi Perang Sun Tzu dinyatakan, "Mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri sekaligus mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, maka 100 kali berperang 100 kali menang." Sementara, "Mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri tetapi tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, maka 100 kali berperang, 50 kali menang 50 kali kalah." Sebaliknya, "Tidak tahu kekuatan dan kelemahan diri sendiri maupun kekuatan dan kelemahan lawan, maka 100 kali berperang 100 kali pasti kalah."
Dibanding ciptaan Tuhan yang lainnya, boleh dikata manusia adalah ciptaan yang paling sempurna. Kesempurnaan di sini dapat dilihat dari kelengkapan sisi-sisi manusia itu sendiri, yaitu ada kebaikan ada pula keburukan. Ada kekuatan ada pula kelemahan. Manusia sebagai makhluk berpotensi yang selalu bertumbuh menuju aktualisasi dirinya, harus mengenali kedua sisi tersebut sebaik-baiknya.
Contoh: setelah menganalisis diri dengan saksama, kita dapati bahwa kita memiliki kekuatan personal seperti kreatifitas, ketajaman analisis, penerimaan terhadap hal-hal baru, semangat belajar yang tinggi, serta cita-cita atau tujuan-tujuan pribadi yang mulia. Tetapi pada saat yang sama, kita merasa memiliki kelemahan seperti kurang disiplin, tidak fokus, kurang konsisten, tidak berani mencoba, atau tidak berani ambil risiko.
Pada kasus ini, kita lihat betapa kekuatan berupa potensi-potensi diri yang istimewa menjadi sulit berkembang, karena kelemahan-kelemahan yang tidak bisa dikendalikan atau dikelola dengan baik.
Titik krusialnya di sini adalah, memaksimalkan potensi atau kekuatan dan sekaligus meminimalkan pengaruh kelemahan kita. Caranya: pertama berkomitmen untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut.
Kedua, melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menghentikan pengaruhnya setiap kali kelemahan diri tersebut muncul.
Ketiga, menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang mendorong mencuatnya potensi kita, dan pada saat bersamaan membenamkan kelemahan-kelemahan kita.
Dan ketiga hal ini harus dimulai sekarang juga! Action is power! Tindakan adalah kekuatan!

CINTA TANPA SYARAT


Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek, Nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara Kakek dan Nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."
Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, Nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.
Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul ‘bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.
Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi.... kosong. kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."
Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apa pun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."
Pembaca yang budiman,Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan, dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.
Saya yakin dan percaya, kita akan menjadi manusia yang berbahagia jika kita mampu berbuat, melihat, dan bersyukur atas hal-hal baik di kehidupan ini dan senantiasa mencoba untuk melupakan yang buruk yang pernah terjadi. Dengan demikian, hidup akan dipenuhi dengan keindahan, pengharapan, dan kedamaian.

PROFESIONAL


Dalam buku Membangkitkan Roh Profesionalisme (Gramedia, 1999) telah saya tegaskan bahwa kata ‘profesi’ lebih tepat dipahami sebagai pekerjaan (kegiatan, aktivitas, atau usaha) yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan (kemahiran) yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Pada mulanya kata itu digunakan untuk segelintir orang yang menekuni bidang kedokteran, hukum, kerohanian, dan pendidikan. Namun belakangan penggunaannya menjadi semakin luas menerobos batas-batas pengertian konvensional itu. Hampir di semua bidang pekerjaan profesionalisme atau jiwa profesional dituntut dan diharapkan. Dan segala perilaku dan praktik kerja yang tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman disebut sebagai tidak atau kurang profesional.
Dalam karya yang sama telah pula saya paparkan perbedaan makna ‘pekerjaan’ atau okupasi dan karier. Intinya, sebuah pekerjaan hanya dapat disebut sebagai karier apabila pekerjaan itu memberikan kesempatan untuk bergerak maju (carrus, Latin). Dan dalam hubungannya dengan kata ‘profesi’, kaum profesional pastilah memiliki karier, tetapi seseorang yang memiliki karier belum tentu profesional. Sebab mereka yang memiliki karier berarti berpeluang untuk maju, sementara profesional diharuskan untuk maju atau memanfaatkan peluang itu secara nyata.
Tingkat kemahiran yang tinggi dan komitmen moral yang mendalam merupakan dua ciri utama dari kaum profesional. Dan hal ini tidak mungkin diperoleh hanya dengan belajar di lembaga-lembaga pengajaran formal (sekolah dan universitas). Diperlukan sejumlah ‘jam terbang’ atau praktik lapangan seperti seorang calon pilot harus terbang tandem lebih dulu sebelum diijinkan terbang solo, atau seorang calon dokter, calon pengacara, calon hakim, dan kandidat notaris/PPAT yang harus magang terlebih dulu sebelum diangkat dengan sumpah jabatan menjadi profesional di bidangnya. Praktik magang atau tandem ini dalam rangka memastikan bahwa yang bersangkutan telah diyakini memiliki tingkat kemahiran di atas rata-rata sehingga kelak dapat diandalkan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara mandiri, tanpa pengawasan langsung dari orang lain (supervisor).
Ada pun soal komitmen moral kaum profesional ini ‘dipelihara’ oleh dewan kode etik yang terus menerus ‘memonitor’ praktik-praktik kerja yang bersangkutan. Dan bila yang bersangkutan melanggar kode etik kaum profesinya, maka ia dapat ditegur, diberi peringatan tertulis, bahkan sampai dipecat atau dikeluarkan dari profesinya itu. Artinya, dewan kode etik yang beranggotakan pakar-pakar di bidang profesi tersebut, diberi kewenangan untuk menilai dan memberikan sanksi etis kepada kolega mereka yang mencemarkan nama baik profesi-profesi mulia itu.
Idealnya, sanksi etis ini kemudian diikuti oleh sanksi hukum, yang membuat profesional yang melanggar kode etik profesinya dapat dijatuhkan hukuman pidana (penjara) maupun perdata (denda). Sayangnya di tanah air tercinta ini soal-soal etika dan hukum sudah sedemikian porak poranda oleh praktik-praktik mafioso berbeking pejabat dan aparat bersenjata yang dimanjakan oleh Orde Baru. Dengan demikian antara idealisme dengan realitas faktual terdapat gap yang amat lebar.[aha]
*Andrias Harefa adalah seorang writer, trainer, dan speaker, serta penulis 31 buku laris. Ia dapat dihubungi di email: aharefa@cbn.net.id.

COACH YOURSELF


Memang tidak gampang menjadi seorang guru, apalagi menjadi guru bagi diri sendiri. Sampai saat ini, terutama di Indonesia, banyak orang yang tidak menghargai pekerjaan seorang guru karena satu dan lain hal, antara lain karena penghargaan finansial yang rendah. Sangat disayangkan sekali karena sebenarnya pekerjaan seorang guru itu lebih dari sekedar mulia.
Intinya, apa yang dikerjakan seorang guru sesungguhya adalah suatu proses yang setiap orang pasti lakukan dan terapkan pula pada dirinya sendiri. Proses yang baik akan menghasilkan output yang baik, proses yang tidak baik akan menghasilkan output yang tidak baik pula.
Sebelum kita membahas apa yang dimaksud dengan “menjadi guru bagi diri sendiri” dan “coach yourself,” mari kita telaah sebenarnya profesi apa saja yang sebenarnya adalah metamorfosa dari profesi ini. Mungkin Anda tidak menyadari bahwa Anda sendiri pun adalah seorang “guru.” Bagaimana mungkin?
Seorang salesman pun sebenarnya adalah seorang guru, paling tidak bagi customer dan diri sendiri serta fellow workers yang memerlukan informasi produk darinya. Seorang eksekutif pun sebenarnya adalah seorang guru. Dalam melakukan negosiasi dan presentasi, misalnya, ia perlu dengan jelas, jujur dan gamblang menggambarkan keadaan yang sebenarnya akan apa yang diajukan di muka umum.
Lantas, apa yang dimaksud dengan “coach yourself” dan “menjadi guru bagi diri sendiri?” Pertama, seorang “coach” adalah seseorang yang membantu memperjelas arah jalan dan bagaimana mencapai tujuan. Dengan berbagai cara, strategi dan tip, seorang coach berusaha meningkatkan awareness akan kesempatan-kesempatan yang ada untuk dicapai dalam timeframe tertentu.
Lantas dengan menjadi coach bagi diri sendiri, ini adalah kesempatan Anda untuk mencari jalan dengan meningkatkan awareness akan segala kemungkinan, kesempatan dan strategi. Misalnya saja, seorang mahasiswa yang baru lulus kuliah. Janganlah Anda “memakai kacamata kuda” dengan tanpa kritisisme sama sekali. Seorang lulusan marketing, misalnya, tidak perlu terpaku akan pekerjaan-pekerjaan marketing dan sales saja, karena sebenarnya marketing adalah bidang yang luas. Demikian luasnya sehingga sebenarnya anda sendiri pun adalah “barang dagangan.”
Mengapa Anda tidak menciptakan suatu “image” alias “merekdagang” mengenai diri Anda sendiri? Misalnya, si Susan adalah seorang fresh graduate sarjana pemasaran dari suatu universitas swasta. Namun, karena kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang ini, ia hendak mencoba melakukan bisnis.
Bisnis apa? Pertama-tama, buatlah inventaris kelebihan diri sendiri dan fokuskan hal ini supaya skills dan talenta di bidang ini ditingkatkan semaksimal mungkin dengan berbagai cara. Lantas, pengetahuan pemasarannya bisa digunakan untuk memperkenalkan produk atau jasa yang sesuai dengan “image” alias “merek dagang” yang hendak ditawarkan ke pasar.
Ingat untuk selalu tahu ke mana arah yang dituju.
Kedua “menjadi guru bagi diri sendiri.” Anda hendaknya mengenal kekurangan diri sendiri dan memfokuskannya ke tujuan yang akan dicapai. Bayangkan jika Anda adalah seorang guru, apa yang akan Anda lakukan untuk membantu murid Anda (yang nota bene adalah diri Anda sendiri) supaya tujuannya bisa dicapai dalam waktu yang telah ditentukan?
Jelas, Anda perlu membuat lesson plan, sebagaimana seorang guru mempersiapkan pelajaran-pelajaran bagi murid-muridnya. Lesson plan itu sendiri terdiri dari obyektif yang diharapkan untuk dicapai dalam “kelas” tersebut yang perlu diselesaikan dalam timeframe tertentu. Selain itu, lesson plan juga terdiri dari beberapa poin yang dikenal sebagai steps (langkah-langkah).
Contoh obyektif, misalnya, mencapai penghasilan 20 juta Rupiah dalam satu bulan. Steps atau langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai ini adalah dengan menjual produk dengan omzet satu juta Rupiah per hari, yang
berarti perlu menjual 100 ribu Rupiah per jam (asumsi 10 jam kerja per hari). Bagaimana
mencapai hasil ini? Anda sendiri yang bisa menjawab, mungkin dengan berusaha meningkatkan daya tarik produk dan jasa Anda, serta lain-lainnya.
Intinya, sebagai seorang coach dan guru bagi diri sendiri, Anda perlu mengenal diri sendiri, segala kelebihan dan kekurangannya, lantas, stick to the plan dengan menjalankan tahap demi tahap dalam hitungan waktu yang bisa dikuantifikasikan. Run your life as a business. Jalankan hidup Anda sebagai bisnis, Anda pasti berhasil.
Now, siapa bilang profesi seorang guru itu monoton dan tidak menghasilkan? Anda sendiri pun adalah seorang guru bagi diri Anda sendiri, jadi janganlah kita mengecilkan arti kata “seorang guru.”
* Jennie S. Bev adalah edukator, penulis, konsultan dan penerbit berbasis di San Francisco Bay Area. Ia telah menerbitkan lebih dari 40 buku dan 900 artikel di manca negara. Baca perjuangan hidup dan prestasinya di JennieSBev.com.

SAYA JUGA BISA


Pada acara workshop penulisan yang diselenggarakan oleh Sekolah Penulis Pembelajar (SPP) pertengahan Juni 2007 lalu, saya kembali mendengar suatu komentar spontan dan sederhana dari salah seorang peserta, “Ah, kalau menulis seperti itu sih aku juga bisa. Bahkan, mungkin aku bisa menulis yang lebih bagus, gitu lho!”
Saat saya mewawancarai Ade Kumalasari, seorang penulis novel-novel teenlit (baca di rubrik Wawancara Pembelajar.com), saya juga mendapatkan kalimat-kalimat yang kurang lebih sama. Ketika membaca novel-novel remaja yang tampak sederhana dan populer, muncul perasaan “Kalau cuman begini, saya juga bisa!” dalam benak penulis ini. Ternyata, perasaan itu justru memacu Ade untuk belajar menulis novel sejenis dan kemudian terbukti sejumlah novel berhasil dia terbitkan.
Sesungguhnya, saya sudah seringkali mendengar ungkapan perasaan “Saya juga bisa!” itu dari sekian banyak orang, termasuk sahabat-sahabat wartawan, penulis, pembaca seri artikel saya, juga klien-klien yang pernah saya tangani.
Bahkan, saya pun teramat sering mendengar ungkapan itu dari sebuah “sumber” yang teramat sangat dekat dengan diri saya. Sumber itu tak lain adalah suara hati saya sendiri. Setiap kali saya membaca buku-buku yang berhasil di pasaran, saya selalu mendengar bisikan hati, “Ah, kalau cuman begini aku juga bisa....”
Saya kira, kita semua mungkin pernah sekali dua kali merasakan hal yang sama. Mungkin juga, sebagian dari kita malah begitu digelayuti oleh perasaan serupa, manakala kita temukan sebuah karya yang mengusik perhatian. Terlebih bila kita merasa bahwa pengalaman, kompetensi, dan keahlian kita di bidang tertentu itu, “seharusnya” bisa menandingi atau bahkan mengalahkan keunggulan karya tersebut.
Perasaan “Saya juga bisa!” ini tumbuh liar saat saya masih mahasiswa. Semakin “jelek” sebuah karya yang saya kritisi (pastinya menurut penilaian subjektif saya), semakin kuat pula perasaan bahwa saya bisa membuat karya yang lebih baik. Hanya saja, praktiknya saya tidak berbuat apa-apa untuk menandingi karya yang saya kritisi.
Baru belakangan ini saja saya merasakan betapa perasaan “negatif” tersebut aslinya mempunyai daya dorong yang luar biasa. Ya, ketika perasaan “Saya juga bisa!” itu saya lanjuti dengan membuat karya—yang dibelit oleh obsesi menjadi lebih baik dari yang sudah ada—maka saya merasa telah menjawab sesuatu. Tidak peduli apakah secara objektif karya yang saya lahirkan itu lebih baik atau justru lebih jelek, yang penting tantangan harus dijawab dulu.
Latihan memang membuat kita matang. Praktik terus-menerus bisa menyempurnakan keahlian. Itu juga berlaku di dunia penulisan. Ketika saya mulai bisa bergerak atau termotivasi oleh perasaan “bisa”, dan saya lanjuti dengan tindakan sekali dua kali atau bahkan berkali-kali, maka saya benar-benar jadi “bisa” juga akhirnya. Saat saya mencapai titik “bisa” ini, maka kenikmatannya memang tak terlukiskan. Ini bisa memacu motivasi lebih besar lagi.
Meskipun tidak tampak di permukaan, namun saya yakin tak sedikit di antara kita yang mampu melakukan sesuatu yang luar biasa berawal dari perasaan “Saya juga bisa!”. Namun, tak sedikit pula dari kita yang hanya berhenti pada perasaan itu, dan kembali merasa “tersinggung” manakala ada karya-karya yang mendahului pencapaian kita. terlebih bila karya-karya itu lahir dari orang yang kita anggap tidak “selevel” dengan kita.
Namun, saya mengajak Anda semua para pembelajar sejati, untuk terus mengundang perasaan “Saya juga bisa!”. Tapi, jangan berhenti di situ saja. Ambil selangkah dua langkah konkret untuk menghasilkan sesuatu. Singkirkan sejenak ego-ego yang tidak memberikan kontribusi bagi lahirnya sesuatu yang berarti. Sebaliknya, paksa ego-ego positif yang bisa memacu kita untuk unjuk karya. Tulisan adalah ajang unjuk karya yang luar biasa.
Sekecil apa pun langkah kita, sepanjang itu merupakan buah dari proses kreatif, maka itu pasti punya makna. Lupakan penilaian orang luar terlebih dulu. Tempatkan perasaan menghargai karya sendiri di posisi teratas. Sesudah itu memberikan motivasi dalam diri, mulailah berani memasuki ranah publik. Di sanalah penilaian yang objektif dan subjektif akan bertarung, dan dari sana pula pembelajaran berlangsung. Di medan pembelajaran itulah kita akan menjadi dewasa, secara mental dan karya.
Makanya, selama perasaan “Saya juga bisa!” hadir dalam diri Anda, saya tantang Anda semua untuk terus-menerus unjuk karya. Penuhi ranah publik ini dengan gagasan-gagasan orisinal dan karya-karya Anda. Manakala Anda berhasil berkarya, tularkan semangat Anda kepada siapa pun yang bergaul dengan Anda. Jadikan diri Anda sebagai agen-agen penggerak bagi lahirnya karya-karya kreatif. Ingat, poros penggerak dunia ini adalah orang-orang yang terus aktif berkarya dengan passion yang luar biasa. Dan, Anda adalah salah satunya![ez]
* Edy Zaqeus adalah editor Pembelajar.com, penulis buku-buku best-seller, penerbit buku, trainer Sekolah Penulis Pembelajar, dan konsultan penerbitan. Ia mendirikan Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing yang melahirkan buku-buku laris. Ia juga telah membantu banyak klien dalam melahirkan buku-buku bestseller dan mendirikan penerbitan mandiri. Kunjungi blog Edy di: http://ezonwriting.wordpress.com atau email: edzaqeus@yahoo.com.

FOKUS PADA MASALAH ATAU FOKUS PADA IMPIAN


Dari sekian banyak interaksi dari berbagai SMS, telepon, maupun email yang saya terima, dan juga dari pembelajaran saya, ada dua golongan pribadi—jika boleh saya golongkan di sini—antara lain:
1. Pribadi yang fokus pada masalah yang mereka hadapi.
2. Pribadi yang fokus pada apa yang mereka inginkan.
Untuk pribadi yang pertama inilah yang cenderung membutuhkan bantuan. Sedangkan yang kedua yang fokus pada impian, cenderung tidak membutuhkannya. Kenapa? Karena orang pada tahap ini sedang berkembang ke arah yang benar dan mengundang berbagai kebetulan yang menguntungkan dari Alam.
Kebalikan dari yang kedua, pribadi yang pertama berkembang ke arah yang salah. Namanya berkembang, tentu akan mengarah ke yang lebih besar lagi. Bayangkan, jika kita fokus ke masalah atau kekurangan yang kita miliki, maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Karena akan mengundang berbagai kebetulan yang merugikan dari Alam. Maka, masalah akan semakin kompleks jadinya.
Jadi, apa yang terjadi pada diri kita, kita sendirilah yang mengundangnya.
Lalu, bagaimana menyikapi dengan benar masalah yang ada?
Setiap orang memiliki masalah, entah itu masalah hutang, kartu kredit, biaya hidup, karier yang monoton, perceraian, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, perasaan yang tidak diinginkan, perlakuan tidak adil dari orang lain, ketidakpedean, cinta dan seks. Wow!!!
Saya juga berada di antara salah satu dari masalah-masalah itu. Beberapa malah. Langkah yang cukup tepat adalah menyimpannya ke tempat yang semestinya. Bukan bermaksud mengabaikan atau melupakannya. Tetapi cukup dengan menyimpannya ke dalam kotak yang tertutup. Ini dilakukan agar kita bisa "bebas". Karena di saat kita "bebas", kita akan leluasa fokus pada apa yang kita inginkan.
Ini tentang saya. Inspirasi pertama kali adalah dari Jennie S. Bev. Saya merasa tertarik untuk memerhatikannya. Tiba-tiba saya menemukan sosok yang fokus pada impiannya. Seakan-akan beliau memesan saja pada Alam apa yang beliau inginkan. Seperti memesan makanan kesukaan di sebuah restoran. Dan, saya kemudian menemukan sosok-sosok seperti ini pada orang-orang sukses, bukan pada selebriti, yang menyukai keglamouran dan ketenaran semata.
Saya belajar dari pribadi-pribadi yang bagi saya sangat wonderfull alias mengagumkan. Sederet nama di Pembelajar.com, tokoh-tokoh sukses lokal maupun dunia, dan sebagainya. Mereka tidak peduli dikenal atau tidak oleh orang lain. Mereka terus memberi kontribusi dan berkarya. Pribadi yang "hidup" dan luar biasa.
Saya tidak begitu percaya mereka tidak pernah punya masalah. Tetapi saya percaya, mereka hanya menyimpannya di dalam kantung yang terikat. Sehingga, mereka bebas untuk fokus pada apa yang mereka inginkan. Dan, masalah terselesaikan dengan sendirinya.
Saya belajar dari mereka dan mempraktikkannya dalam kehidupan saya. Saya serius belajar mengembangkan diri sejak masih menjadi pembantu rumah tangga di Hongkong. Saya merasa berubah dan berbahagia sejak itu. Sungguh luar biasa!!! Saya menyimpan semua masalah yang saya miliki di dalam "kantung ajaib" dan mengikatnya rapat-rapat. Isi kantung tersebut adalah ketidakpercayaan diri, minder, kegagapan, masalah keuangan, perasaan ingin dicintai, perlakuan tidak adil dari orang lain, hingga profesi yang dipandang sebelah mata.
Dulu saya fokus pada masalah-masalah itu. Apa yang terjadi? Saya berkembang ke arah yang salah dan semakin lama semakin membesar. Yang saya dapat adalah perasaan tidak berdaya, tidak berharga, perasaan tidak beruntung dan


menyalahkan keadaan, suka berandai-andai tetapi no action, menyesali diri, tidak bergairah, merasa diri tidak cantik dan pintar, khawatir, cemas, takut, dendam, marah dan lain-lain.
Tetapi, setelah saya mencari tahu the secret alias "rahasia" dengan belajar dan mengamati pribadi-pribadi orang sukses, pikiran saya mulai terbuka. Entahlah, sepertinya ada saja yang menarik saya ke arah apa yang saya pikirkan dan saya inginkan. Dan, saya merasa telah berkembang ke arah yang benar.
Satu kalimat motivasi yang menginspirasi saya yaitu, "Pikiran adalah penguasa". Sejak itu saya mengklaim: Saya harus memiliki pikiran yang benar. Ketika saya menyimpan masalah-masalah saya tersebut di tempat lain, perasaan yang muncul adalah perasaan memaafkan dan rasa syukur yang dalam. Kata-kata yang klise memang. Namun, tidak bagi perasaan saya waktu itu. Lalu, saya berkembang lagi
dengan memiliki "perasaan bebas". Berkembang lagi dengan mempunyai impian dan rasa percaya.
Secara sadar atau tidak, saya memesannya kepada Alam apa yang saya inginkan. Saya belajar dan minta diajari. Satu demi satu yang saya tulis telah terwujud. Menjadi kolumnis tidak tetap Pembelajar.com, menulis buku Anda Luar Biasa!!!, lalu menjadi kolumnis tetap Pembelajar.com, berbagi pengalaman atau sharing kepada orang lain, pernikahan dan menjadi calon ibu. Yang jelas, saya merasa berarti. Dan, inilah ukuran kebahagiaan saya.
Sekarang, ada sederet lagi keinginan saya yang telah saya tulis untuk dipesankan lagi pada Alam. Saya akan berusaha fokus kembali kepada keinginan-keinginan saya tersebut dengan banyak belajar. Sehingga, saya nanti akan berkembang dan semakin berkembang.
Lalu, bagaimana dengan "kantung ajaib" saya yang dulu—yang menyimpan masalah-masalah saya? Ternyata, isinya satu demi satu hilang meski ada beberapa yang masih tersimpan di situ. Dan, saya yakin suatu saat akan hilang dengan sendirinya seiring dengan semakin berkembangnya saya ke arah yang lain, ke arah yang benar.
Saya memilih fokus pada impian daripada fokus pada masalah. Jika fokus pada impian, akan membawa kita kepada kepuasan dan kebahagiaan. Namun, jika fokus pada masalah, capek deh!!!
"Karena kita adalah makhluk yang sangat perhatian terhadap sesuatu, maka jika kita memerhatikan hal yang tidak kita inginkan (masalah yang kita miliki) maka kita tidak bisa fokus mewujudkan apa yang kita inginkan. Namun, jika kita memerhatikan hal yang kita inginkan (impian) maka yang tidak kita inginkan tersebut (masalah yang ada) akan lebur dngan sendirinya. Tetapi, kebanyakan dari kita lebih suka memerhatikan masalah-masalah atau kekurangan-kekurangan yang kita miliki, sehingga akan banyak alasan yang menghambat yang muncul."
Bagaimana menurut Anda?
* Eni Kusuma adalah alumnus sebuah SMA di Banyuwangi, mantan TKW di Hongkong, dan penulis buku motivasi laris “Anda Luar Biasa!!!” (Fivestar, 2007). Ia dapat dihubungi di: ek_virgeus@yahoo.co.id.