Polling YADA Institute: ”Untuk menjaga gairah seksual, suami-istri sekali-kali perlu nonton BF (Blue Film)” direspon oleh 104 respondent dengan hasil 66.3% Tidak Setuju, 26% Setuju, 7.7% Tidak Tahu.
Polling ini saya buat untuk mengetahui bagaimana pandangan orang percaya terhadap Blue Film dalam pernikahan, sebab hampir dalam setiap acara talkshow di radio, konsultasi lewat media maupun dalam seminar-seminar yang saya pimpin pertanyaan tersebut selalu muncul. Sekarang saya mengetahui prosentasi jumlah orang kristen yang menyetujui penggunaan materi blue film untuk menjaga gairah seksual suami-istri.
Semenjak Hugh Hefner menerbitkan majalah playboy pada tahun 1953, industri pornografi dan film erotik berkembang luar biasa, bahkan telah menjadi ‘business’ empire’ dengan keuntungan milyaran dollar amerika setiap tahun. Sebagai contoh, dari internet saya industri pornografi meraup keuntungan sekitar 11 Milyar dollar amerika setiap tahun. Dengan kekuatan finansial seperti ini, industri pornografi bisa melakukan apa saja untuk mempertahankan eksistensi bisnisnya, bahkan membesarkannya dari waktu ke waktu.
Orang dewasa, atau suami-istri adalah target market yang lebih strategis dibandingkan dengan anak-anak atau remaja, ditinjau dari sisi daya beli. Karena itu industri pornografi melakukan ”edukasi” secara intensif dan sistematik untuk potensial market mereka ini. Proses edukasi ini rupanya ’berhasil’ menanamkan berbagai alasan ’logic’ untuk menggunakan materi pornografi bagi kalangan dewasa atau suami-istri.
Karena itu tidak heran jika 26 % orang kristen di Indonesia setuju penggunaan blue film untuk menjaga gairah seksual mereka. Mereka yang setuju, sangat besar kemungkinannya untuk menggunakan materi-materi seperti itu. Jika jumlah orang kristen di Indonesia 20 juta (10% dari 200 juta) maka secara kasar 5.200.000 orang kristen adalah konsumen aktif blue film. Andai kata setiap tahun masing-masing belanja 1 keping saja VCD blue film seharga Rp.10.000, maka orang kristen di indonesia menyumbangkan dana sebesar Rp. 52 Milyar untuk Industri pornografi setiap tahunnya.
Masih ada 66,3 % orang kristen yang tidak setuju penggunaan blue film untuk menjaga gairah seksual mereka. Jumlah yang cukup melegakan. Saya percaya mereka ini menyadari hal-hal berikut ini:
Blue film membangkitkan gairah seksual yang semu. Blue film dibuat untuk menggelorakan lust driven. Pemilihan aktor, artis, visual effect, setting cerita semua bermuara untuk membangkitkan gairah seksual penontonya. Gairah seksual yang muncul saat seseorang atau suami-istri sedang menonton blue film akan tertuju pada aktor/ artis yang ada didalam film. Bukankah hal ini masuk dalam kategori perzinahan; Sebab Tuhan Yesus berkata:Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. (Matius 5:28) Disamping itu, kebiasaan mengkonsumsi blue film ini akan menimbulkan ribbon effect, yaitu tanpa blue film gairah seksual mereka semakin menurun dan dalam tahap tertentu seorang pria bisa mengalami impotency situational , yaitu tidak bisa ereksi dan melakukan persetubuhan dengan istri, tetapi bisa ereksi bila ada rangsangan dari wanita lain. Demikian sebaliknya dengan wanita, semakin tidak bergairah pada suami tetapi pada pria-pria dalam fantasinya. Dari sini kita lihat, satu kali suami-istri nonton blue film mereka akan mudah terikat dalam kebiasaan ini, kualitas hubungan seksual mereka akan semakin menurun, dan merupakan langkah menuju perselingkuhan serta kehancuran pernikahan.
Blue film mendorong orang untuk berpetualang dalam prilaku seks tanpa batas. Semenjak 10 tahun lalu, pertanyaan seputar oral seks sangat marak dalam seminar-seminar yang saya pimpin, hal ini mendoronga saya untuk melakukan penelitian, ”Darimana munculnya gagasan untuk melakukan oral seks ini”. Hasil penelitian saya menyatakan bahwa semua (100%) pelaku oral seks yang saya teliti, ternyata mendapatkan gagasan untuk melakukan oral seks dari VCD blue film yang mereka tonton. Ketika mengetahui hasil penelitian tentang oral seks tersebut, saya menduga bahwa tidak lama setelah itu ’kualitas’ pertanyaan dalam seminar seks akan meningkat. Dugaan saya terbukti, sejak tiga tahun terakhir ’kualitas’ pertanyaan dalam seminar-seminar seks yang saya pimpin terbukti ’meningkat’. Sejak tiga tahun lalu mulai marak pertanyaan tentang anal seks, bahkan dalam acara-acara yang lebih ’private’ yaitu talkshow di radio, pertanyaan dan pengakuan tentang ’burger’, suatu istilah tentang hubungan seksual antara satu pria dan dua atau lebih wanita sekaligus mulai marak juga.
Mengapa hal-hal semacam ini bisa terjadi. Saya akan coba jelaskan fenomena ini. Manusia pada dasarnya adalah ’the great imitator’. Hampir semua yang ada pada diri kita adalah hasil dari proses meniru. Sewaktu kita kecil, kita meniru semua hal yang dilakukan orang tua kita; Ketika kita sekolah kita meniru guru-guru kita, saat kita remaja kita meniru tokoh-tokoh yang kita idolakan, dan sampai kapanpun proses meniru ini akan terus berlangsung. Proses meniru ini didefinisikan dan dijelaskan dalam konsep ’social learning theori’ ; Firman Tuhan sendiri jelas mengatakan: “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya”. (Amsal 27:17). Nah proses meniru ini akan berjalan dengan sangat cepat melalui komunikasi visual. Bukankah dikatakan ‘one picture told thousands words”. Dunia advertising sangat mengetahui fakta ini, itu sebab nya iklan melalui televisi maupun film sangat efektif dalam proses ’edukasi’ konsumen. Dengan dasar pemahaman ini, tidak heran kalau pelaku oral seks melakukan aktifitas oral seks nya setelah nonton Blue film, dan tidak terlalu mengejutkan setelah meniru prilaku oral seks mereka akan sangat mudah meniru prilaku anal seks, dan prilaku-prilaku lain yang ditampilkan dalam blue film. Pada akhirnya, mereka yang punya kebiasaan nonton blue film akan cenderung terlibat dalam petualangan prilaku seks yang tanpa batas.
Blue film memicu terjadinya ’porn addict’. Hal-hal yang memberikan efek ‘recreational’ berpotensi menimbulkan kecanduan. Untuk proses pertahanan hidup, manusia diperlengkapi dengan kapasitas untuk menghindarkan ’pain’. Kemampuan untuk merasakan nyeri adalah ’alert system’ yang secara natural akan menghindarkan kita dari bahaya. Bahkan ’alert system’ kita diperlengkapi dengan ’auto move system’ yang secara otomatis akan membuat kita melakukan gerakan diluar kesadaran untuk menghindar bahaya. Sebagai contoh, kalau tiba-tiba tangan kita menyentuh sesuatu yang panas, tangan kita akan bergerak untuk menjauhi benda panas yang tersentuh, gerakan ini disebut gerak refleks. Sebaliknya ’survival system’ cenderung mendorong kita untuk mencari hal-hal yang nyaman. Contoh, dahulu sebelum manusia memiliki pengetahuan tentang bahan makanan yang baik untuk dikonsumsi, ’taste’ adalah ’natural guidance’ nya. Buah-buahan yang manis cenderung aman dikonsumsi, sementara yang terasa pahit sangat mungkin mengandung racun yang berbahaya. Namun menyerahkan semua proses hidup pada upaya menghindar ‘pain’ dan mencari ‘satisfaction’ seringkali justru berbahaya. Terbukti tumbuhan tertentu yang pahit seperti kina justru merupakan obat yang luar biasa, rasa manis pada candy justru membahayakan kesehatan gigi bahkan berpotensi menimbulkan penyakit yang lebih serius, Diabetes Mellitus.
Secara natural tubuh kita akan mencari hal-hal yang enak, nyaman, menyenangkan. Dan ketika ada suatu kenikmatan yang kita rasakan, otak kita akan memproduksi neurotransmitter sebagai respon atas input kesenangan tersebut. Proses ini sebenarnya membentuk suatu ’template’ di dalam otak yang cenderung mempertahankan kondisi nyaman tersebut. Upaya otak untuk mempertahankan kondisi nyaman inilah yang kemudian menimbulkan ‘craving effect’. Kalau kadar gula dalam otak saudara turun, saudara akan merasa lapar, dan saudara akan terdorong untuk mencari makanan. ’Rasa lapar’ seperti ini bisa terjadi pada mereka yang mengkonsumsi materi-materi pornografi, inilah yang kita sebut ’craving effect’. Saat seseorang menonton blue film, otak mereka mengenali sesuatu yang menyenangkan, dan terbentuklah ‘template’ nya. ’Template’ ini adalah suatu sistem yang bekerja untuk mempertahankan kesenangan tersebut. Ketika sumber kesenangan tersebut tidak ada, otak akan mendorong untuk mencari sumber kesenangan tersebut. Inilah ‘craving effect’, inilah ’porn addict’.
Karena itu, transformasi prilaku seksual akan terjadi ketika Firman Tuhan dihidupi secara penuh seperti yang dinyatakan dalam: Roma 12 : 2 ”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”Saudara perhatikan, perubahan radikal seperti yang terjadi pada kupu-kupu yang mengalami metamorfosis bisa saudara alami bila saudara mengalami pembaharuan didalam akal budi. Akal budi yang memiliki tiga elemen (Touch, feeling, and will) bekerja dalam organ tubuh saudara yang disebut otak. Saya yakin ’porn addict’ bisa diatasi dengan ’Bible addict’. Mereka yang ‘Bible addict’ akan membaca dan merenungkan Firman Tuhan, siang dan malam. (Yada Institute)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar