Jumat, 04 Januari 2008

SIAPA YANG LEBIH BERWARNA ?


Seorang pria kulit hitam memasuki sebuah restoran yang didominasi orang-orang kulit putih. Saat pesan minuman, seorang kulit putih yang arogan mendekatinya dan berkata, “Hai, kamu kulit berwarna. Tempatmu bukan di sini. Pergilah ke restoran yang cocok dengan warna kulitmu!” Biasanya, daripada cari keributan, orang Amerika kulit hitam memilih mengalah. Namun, kali ini dia sudah tidak tahan lagi. Dengan tatap mata yang tajam, pemuda itu balas berkata, “Hai kamu. Coba pikirkan. Saat aku dilahirkan, warna kulitku hitam. Saat aku beranjak dewasa, aku hitam. Saat aku berjemur di bawah matahari, aku tetap hitam. Saat aku kedinginan, aku hitam. Saat aku ketakutan, aku hitam. Saat aku sakit, aku hitam. Saat aku mati, aku masih tetap hitam. Bagaimana dengan kamu? Saat kamu dilahirkan, kamu merah muda. Saat kamu bertumbuh, kamu putih. Saat kamu berjemur di bawah matahari, kamu jadi merah. Saat kamu kedinginan, kamu berubah jadi biru. Saat kamu ketakutan, kamu kuning. Saat kamu sakit, kamu hijau. Saat kamu memar, kamu berubah jadi ungu, dan saat kamu mati, kamu tampak abu-abu. Jadi, siapa yang lebih berwarna?” Pemuda kulit putih itu jadi pucat. Terdiam seribu bahasa dan ngeloyor pergi! Humor kiriman seorang teman itu mengingatkan kita pada satu kata “angker”: SARA. Mendengar kata ini pun menimbulkan rasa tidak enak di hati. Padahal, singkatan SARA itu netral, suku, agama, ras dan antargolongan. Namun, akronim ini telah mengalami pendangkalan atau penyempitan makna. Orang yang rasis sering dikatai, “SARA lu!” Bahkan, saat dunia pers mengalami ancaman pembredelan, para wartawan diminta untuk tidak menyinggung-nyinggung masalah SARA. Padahal, apa yang salah dengan suku, agama, ras dan antargolongan kalau kita memandangnya dari segi positif dan tidak menghina serta menjelek-jelekkannya? Iklan Benetton di sebuah billboard raksasa justru mencoba memvisualisasikan SARA dalam bentuknya yang humanis dan manis! Tiga remaja putri—orang kulit putih, orang Tionghoa, dan orang kulit hitam—sama-sama menjulurkan lidahnya. Meskipun warna kulit mereka berwarna-warni—putih, kuning dan hitam—lidah mereka sama-sama merah muda. Inilah “The true colors of Benetton”! Tuhan menciptakan bunga warna-warni selain untuk keindahan pasti juga untuk menunjukkan bahwa perbedaan itu indah, serasi, dan seimbang.Warna putih yang monoton akan terasa lebih indah jika ada warna lain yang menyertainya. Suatu senja, saat menikmati pemandangan musim dingin, saya begitu terpukau ketika melihat hamparan salju yang memutih dengan pondok persinggahan di atasnya. Pondok dengan lampu kuning keemasan itu memberikan kehangatan di sekeliling salju yang membeku. Hati jadi merasa nyaman walaupun hanya memandangnya. Rasul Paulus dengan sangat bijak berkata, “Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (1 Korintus 9:20-22). Bhinneka Tunggal Ika!

from : Xavier Quentin PranataPenulis, pengajar tinggal di Surabaya

Tidak ada komentar: