Jumat, 04 Januari 2008

TIAP KELUARGA ADA SALIBNYA


Tuhan Yesus menyuruh mereka yang hendak mengi-kuti Dia untuk memikul salib. Salib siapa yang perlu kita pikul? Banyak orang mengira itu adalah salib Kristus. Padahal bukan itu yang dimaksudkan. Tuhan Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, Ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk. 9:23). Di sini bukan tertulis “salib-Ku” melainkan “salibnya”. Salib yang perlu kita pikul bukanlah salib Kristus melainkan salib kita sendiri.Salib adalah lambang penderitaan, atau lebih tepat lagi, lambang penderitaan sebagai pengorbanan.Tidak ada orang yang menghendaki penderitaan. Namun, kenyataannya dalam hidup ini tidak ada orang yang luput dari penderitaan. Dalam tiap pekerjaan ada tugas yang menyenangkan dan ada pula tugas yang kurang menyenangkan, bahkan men-jengkelkan. Kita mau menjalankan tugas yang menyenangkan, tetapi menggeser tugas yang menjengkelkan kepada orang lain. Padahal tugas yang menjengkelkan itu pun termasuk bagian dari pekerjaan kita. Bagian dari tugas kita yang menjengkelkan itu adalah salib yang perlu kita pikul.Bayangkan betapa beratnya beban perasaan orangtua yang anaknya cacat ganda. Tiap hari mereka melihat anaknya terkulai lemas di kursi. Tiap hari orangtua ini memikul beban yang terdiri dari pelbagai macam perasaan terhadap anak mereka. Beban perasaan ini adalah salib yang mereka pikul. Keluarga lain menghadapi salib yang bentuknya lain lagi. Belum sebulan keluarga ini menempati rumah mereka yang baru. Rumah ini adalah hasil kerja keras dan hidup sangat berhemat selama sepuluh tahun lebih. Seluruh tabungan habis terkuras untuk melunasi cicilan rumah ini. Tetapi belum lagi mereka sempat mengasuransikannya, rumah mereka beserta seluruh isinya habis dimakan api. Semua harta milik bendawi habis. Sekarang mereka harus memulai segala sesuatunya dari nol lagi.Dalam kehidupan ini memang ada seribu satu macam salib. Tiap keluarga mempunyai salibnya masing-masing. Ada keluarga yang begitu sedih karena mendambakan anak, sebaliknya ada keluarga yang mempunyai banyak anak, namun perilaku anak mereka sungguh menyakiti hati. Ada istri yang tertekan batin karena suaminya tidak setia. Ada anak yang dirundung kesedihan sejak kecil ditinggal ayah, ada pula anak yang mempunyai ayah, tetapi ayahnya adalah seorang pemabuk. Ada istri yang baru melahirkan anaknya yang pertama, tetapi seminggu kemudian suaminya meninggal akibat tabrakan lalu lintas. Kalau kita melihat keluarga lain, mungkin kita akan berpikir, alangkah beruntungnya keluarga itu, mereka tidak menghadapi penderitaan. Memang luar biasa saja keluarga itu tampaknya tidak dirundung persoalan atau penderitaan. Tetapi sebenarnya tiap keluarga mengalami persoalan sendiri. Ada pepatah peribahasa Belanda yang berkata: tiap rumah ada salibnya. Memang ada persoalan atau pende-ritaan yang terjadi karena kesalahan kita sendiri. Demikian juga ada persoalan atau penderitaan yang dapat kita tanggulangi. Namun, ada persoalan atau penderitaan yang betul-betul tidak terelakkan. Penderitaan yang tidak terelakkan ini adalah salib yang perlu kita pikul.Mungkin kita ingin menghindar dari salib itu. Justru karena itu, dalam ucapan-Nya, Tuhan Yesus menyuruh kita “menyangkal diri”, artinya: mengalahkan keinginan kita sendiri. Menjelang penderitaan-Nya di Golgota, Tuhan Yesus pun ingin menghindar dari penderitaan. Banyak orang salah paham, mengira bahwa sebagai orang percaya kita harus menerima penderitaan sebagai nasib atau takdir. Bukan itu yang dimaksud. Tuhan Yesus tidak menerima penderitaan secara pasif. Ia pun tidak mencari-cari penderitaan. Ia menerima penderitaan secara aktif, yaitu memanfaatkan penderitaan sebagai pelajaran untuk menumbuhkan atau mendewasakan ketaatan-Nya kepada Bapa di Surga. Dalam Ibrani 5:8 tertulis, “… Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya….” Dalam memanggil orang-orang untuk mengikut Dia, Tuhan Yesus tidak menjanjikan jalan hidup yang penuh keberhasilan atau jalan hidup yang tidak menghadapi penderitaan. Tuhan Yesus justru mengingatkan bahwa mereka harus mau memikul salib. Bersedia memikul salib merupakan prasyarat untuk mengikut Yesus, sebab dalam jalan hidup Yesus pun ada penderitaan.

From : Andar Ismail Ph.D.Penulis buku-buku renungan “Seri Selamat” (Bahana Magazine)

Tidak ada komentar: