RABU, 23 JUNI 2010, PK 15.00 WIB, DIKANTOR
Dengan tiba-tiba saja, ketakutan menyergap kehidupanku. Tanpa diundang ketakutan akan masa depan dan banyak kekuatiran lainnya datang menghampiri pada saat yang tak kuduga dan....rasanya baru kemaren saya belajar apa itu iman. Namun sejujurnya ketakutan itu menghancurkan apa yang sering aku ajarkan kepada jemaatku.
Aku merasa selama ini aku menjadi orang yang paling beriman diantara orang-orang yang aku kenal, namun sebenarnya ternyata aku sendiri baru menyadari bahwa aku kurang beriman bahkan iman yang kupunya hanya sekedar iman dalam kekuatan dan kondisi yang sangat baik.
Sore itu aku hanya berpikir satu hal, ini juga disebabkan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu, malam nanti Tuhan akan bertemu dengan aku. Perasaan yang sama ketika dulu aku pernah mengalaminya, dan akhirnya terjadi juga, Tuhan datang menemuiku. Bukan ditengah keramaian, bukan ditengah banyak orang, namun kesendirian.
PK 17.30 WIB, SEPULANG DARI KANTOR
Aku memutuskan untuk langsung pergi kegereja (Allah adalah Kasih Hall), dan memutuskan untuk berdoa, karena perasaan yang begitu kuat meliputi aku saat berada dalam perjalanan keluar dari kantorku. Yah...perasaan yang berkata bahwa Tuhan akan bertemu dnegan aku sangat kuat.
Disaat seperti itu, SMS di Hp berbunyi dan bertuluskan sebuah pesan didalamnya: rasanya aku tidak ikut doa malam. Kebetulan, pikirku. Itu adalah sms dari pacarku yang menyatakan dia tidak bisa doa malam karena ada sebuah urusan. Ditengah perjalanan aku menelponnya dan mengatakan: jangan datang ke gereja sebab aku mau bertemu Tuhan dan aku tidak mau diganggu. Mendegar itu dia langsung mengerti.
PK 28.00 WIB, DIDEPAN GEREJA
Sesampainya didepan gereja aku langsung meminta kunci dan membuka semua pintu, menyalakan lampu dan pendingin ruangan. Tanpa berlama-lama, aku langsung menuju mimbar untuk menyiapkan segala sesuatunya. Dengan duduk tenang akhirnya perasaan kangen akan Tuhan itu mengelanyuti kehidupanku.
Pertanyaan pertama yang aku ungkapkan kepadaNya ialah: Apakah iman itu? Bagaimana rasanya?
Kekuatiran yang tiba-tiba menyergap membuat aku bertanya kembali, apakah iman itu yang sebenarnya dan bagaimana kita mengetahui iman itu? Dalam hati aku terus bertanya sambil menantikan jawabanNya. Aku terus berpikir dan berpikir, sempat terlintas dalam benakku tentang Ibrani 11 yang menceritakan tentang iman itu apa, dan beberapa orang yang disebut pahlawan iman ada disana. Tapi yang ada dipikiranku hanyalah iman merupakan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat dan kita harapkan. Tapi jawaban itu masih belum menyentuh alam logikaku. Aku pernah mengalami bagaimana beriman, untuk acara gereja yang sebenarnya belum mendapat dukungan, sampai akhirnya semua terjadi karena iman. Iman yang membuat semua acara itu terjadi, iman yang membuat segala dana yang diperlukan tercukupi, iman yang menggerakkan orang-orang yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya, akhirnya bergabung dan membantu dalam segala hal. Itu iman dalam gereja, pikirku. Jelas saja aku bisa beriman karena ini untuk Tuhan, masalahnya aku tidak berani beriman untuk kehidupanku sendiri. Aku takut bagaimana mencari rumah untuk masa depan, aku takut bagaimana biaya pernikahan, aku takut bagaimana nanti berkeluarga, aku takut bagaimana nanti melanjutkan karierku. Dan masih banyak ketakutan lainnya....
Dalam kebingungan-kebingungan itu...aku terus menunggu jawabNya......
Terus menunggu......
Belum juga datang......
AKHIRNYA....
.....akhirnya.....terlintas dibenakku sebuah jawaban yang merupakan bagian imajinasi seorang manusia tentang apa itu iman....
Ada seorang ayah yang mempunyai seorang anak....karena anak tersebut selalu diajaknya untuk berkeliling satu negara ke negara lainnya....dia mengalami perubahan dan kebingungan waktu secara drastis. Dia menangis karena disaat dia terbangun...semua orang disekitarnya tertidur...disaat dia tertidur...ternyata orang disekitarnya bangun....semua terjadi karena perbedaan waktu.
Melihat kenyataan itu, dia mengalami kebingungan....karena usianya masih sangat muda...dia hanya menangis dan menangis...pada waktu itu sang ayah belum pulang dari kerjanya. Ibunya mencoba menenangkannya namun tak kuasa. Si anak terus berguling-guling dari ujung yang satu keujung yang lain dalam ruangan tidurnya.
Ting...tong...bel berbunyi...dan sang ibu menyambut kedatangan sang ayah. Karena takut yang tak kunjung usai...si anak lantas menangis sekencang-kencangnya karena melihat ayahnya datang. Sambil menaruh kopernya...sang ayah langsung meloncat ketempat tidur dan menggendong anak tersebut menempel dipundaknya. Si anak menagis dengan lebih kencang....
Sang ayah dengan bijak memeluk anaknya dan perkata,” nak, tidak usah nangis lagi...ada ayah disini”. Diperlakukan dengan begitu, tangisan anak tersebut akhirnya pelan tapi pasti....mereda...dia merasa aman ada didada ayahnya.
Apa yang saya bayangkan tersebut merupakan sebuah jawaban dari Tuhan dari pergumulan yang aku dapatkan tadi sore tentang iman. Lantas aku bertanya kepada Tuhan: lalu apa hubungannya iman dengan cerita yang Kamu kasih ke aku tadi?
Dia hanya menjawab: Iman bukan mempercayai Tuhan. What? Bukanlah banyak pendeta bahkan aku sendiri mengkotbahkan iman dengan pengertian mempercayai Tuhan? Apa maksudMu?, tanyaku kepadaNya.
BREAK MY CONCEPT
JawabNya, mempercayai Tuhan saja tidak cukup sebab Iman berarti benari mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Wait...saya mencerna perkataan Tuhan itu pelan-pelan...Iman bukan mempercayai Tuhan tetapi iman adalah berani mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam sekali....
semakin lama aku merenungkannya....semakin aku menyadari ada sebuah kesalahan dalam kehidupan kerohanianku selama ini. Iman ku selama ini ialah mempercayai Tuhan dalam segala hal tetapi aku nyatanya mengerjakan segalanya sendiri dengan kekuatanku.
Konsep yang Dia berikan kepadaku seperti sebuah kereta yang menabrak hancur sebuah gelas kaca menjadi kepingan-kepingan kecil. Cara berpkirku berubah seketika pada saat Dia memberikan sebuah pengertian tentang anak yang menunggu kedatangan ayahnya. Iman adalah Berani Mempercayakan Hidup Kita Sepenuhnya Kepada Tuhan.
Hmmm.....tiba-tiba perasaan yang bergejolak dalam hatiku sepanjang hari ini reda sejenak....aku lantas mengoreksi perjalanan iman ku bersama dengan Dia. Memang ada perbedaan yang sangat nyata ketika kita mempercayai Tuhan dengan mempercayakan hidup kita kepada Tuhan.
Mempercayakan hidup kepada Tuhan berarti kita menginvestasikan semua uang kita, waktu kita, jadwal-jadwal kita kepada Tuhan. Bahkan kita rela mengalami apapun termasuk dipecat dari pekerjaan, dikeluarkan dari posisi kita/ jabatan kita, bahkan kita digantikan oleh orang lain, pelayanan kita dicabut, kita nggak diundang pelayanan kemana-mana lagi, harta kita habis, dan andai semua terjadi ketika kita mempercayakan hidup kita untuk Tuhan...kita tidak merasa kacau, risih, kecewa, hancur, dan perasaan lainnya...sebab kita tahu bahwa hidup kita ditangan yang tepat yaitu Tuhan sendiri. Yang kita kerjakan hanya bersandar kepada dadaNya dan merasakan keamanan penuh dari kehadiranNya.
SEJUJURNYA
Sejujurnya ketika aku menuliskan pengalaman ini dengan Tuhan...aku masih merasa belum yakin kalau aku beriman. Aku merasa iman yang aku punya adalah iman disaat aku mempunyai segalanya, tapi aku belum berani mengatakan aku beriman ketika semuanya terambil daripadaku. Dan sejujurnya...aku masih merasa sangat jauh dari konsep yang Tuhan berikan tentang iman yaitu mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan...sebab masih ada bagian-bagian hidupku yang masih aku pegang dan sulit jika dilepaskan. Masih banyak ikatan, masih banyak kelemahan, masih banyak ketidak percayaan...
Tapi aku yakin semua memerlukan proses pendewasaan terhadap iman. Dan aku percaya (beriman) bahwa suatu saat ketika aku harus menyerahkan segalanya untuk Tuhan, aku siap!
Semoga apa yang aku alami bersama dengan Tuhan ini dapat membangun kerohanian kita semua dan mengubah konsep berpikir yang salah tentang iman selama ini. Beriman memang menjadi sukar ketika aku mendapat konsep berpikir yang seperti Dia ajarkan barusan, namun itulah sebabnya kita memang harus bergantung kepada Tuhan sepenuhnya sebab tanpa Dia, untuk berimanpun kita tidak bisa. Hanya karena anugerahNya!
*Hendri Setiawan
Berikut sedikit Doa (bukan mantra) yang bisa kita ucapkan kepada Tuhan Yesus:
“Tuhan aku menyadari bahwa terkadang aku beriman ketika aku tercukupi segalanya. Aku hanya beriman ketika situasi dihidupku mendukung, namun aku lupa bahwa itu bukanlah iman yang sesungguhnya. Sekara aku menyadari bahwa iman lebih dari itu, iman berarti mempercayakan hidupku sepenuhnya kepadaMu. Tolonglah aku Tuhan Yesus untuk berani melakukannya, berani mempercayai Engkau, namun juga berani mempercayakan hidupku kepadaMu.
Sekarang, aku milikMu dan aku mau belajar untuk hidup dengan iman yang sebenarnya sesuai dengan yang Engkau mau. Dalam nama Yesus. Amin....”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar