Kamis, 24 Juni 2010

GEREJA ADALAH FASILITATOR

Waktu saya membaca kisah tentang perumpamaan benih yang ditabur, saya melihat bagaimana kita saat ini sebagai Creative Church benar-benar telah berada pada fungsi yang tepat yaitu fasilitator bagi benih-benih (anak-anak muda Tuhan) untuk bertumbuh dan berbuah.
Kalau kita lebih teliti melihat tentang sebuah beih yang bertumbuh, maka kita akan menemukan sebenarnya hal pertama yang harus dikalahkan sebelum benih tersebut bertumbuh dan bertunas ialah memcah kulitnya sendiri. Saya percaya setiap orang yang Tuhan kirim dalam Youth God is Love, tidak semuanya yang sudah berhasil memcah kulitnya. Misalkan: ada yang masih minder (kulit), ada yang masih gampang kecewa (kulit), ada yang kurang disiplin (kulit), semua hal tersebut merupakan penghalang utama untuk mereka bisa bertumbuh.
Gereja dalam hal ini harus mengambil posisi sebagai penolong bagi mereka untuk memecah kulit-kulitnya sendiri sehingga mereka nantinya bisa bertumbuh tanpa batas. Banyak kesalahan gereja malah membuat kulit-kulit tersebut semakin mengeras, contoh: membiasakan keterlambatan sebagai sebuah budaya yang harus dipertahankan dengan alasan kasih karunia dan takut membuat jemaat sakit hati, membiarkan kesalahan sering terjadi dengan alasan bahwa Tuhan tidak masalah dengan setiap kesalahan, cara melayani dengan tidak totalitas dengan berbagai alasan yang gampang ditoleransi dengan alasan takut jemaatnya nanti berkurang, dan masih banyak lagi contoh-contoh pembiaran yang sebenarnya membuat benih-benih yang luar biasa tersebut tidak segera keluar dan bertunas.
Youth God is Love sendiri, mulai dengan beberapa budaya kerajaan Allah yang mungkin asing bagi beberapa gereja lainnya. Misalkan budaya tidak terlambat dengan sanksi tegas tanpa excuse/ alasan/ toleransi. Melayani dengan sangat professional dan totalitas dan terbaik, dan beberapa hamba Tuhan yang diundang sangat selektif sebab tidak sembarangan bisa melayani, bukan berarti kotbah mereka tidak bagus namun kita juga melihat cara mereka melayani seperti apakah mereka sering terlambat datang? Firman yang disampaikan sesuai dengan visi Youth atau tidak? Dan masih banyak kriteria lainnya yang tidak sembarangan orang bisa menyampaikan firman. Itu semua kita lakukan sampai saat ini dengan satu tujuan yaitu mengembalikan fungsi gereja sebagai fasilitator kesuksesan benih-benih Ilahi yang sudah dipercayakan kepada kita. Itulah sebabnya saya lebih suka menganggap gereja sebagai training center bagi kehidupan jemaat, agar mereka bisa bekerja lebih professional ketika berada ditengah dunia. Apa jadinya jika kita yang harusnya sebagai anak terang, ternyata menjadi batu sandungan bagi orang lain? Jangan-jangan orang dunia takut menerima Tuhan karena kelakuan kita yang tidak professional tersebut. Think about it! *Hendri

Tidak ada komentar: