Jumat, 21 Maret 2008

KESAKSIAN : Jacqlien Celosse


“Rocker juga manusia,” demikian ucap pelantun tembang “Raja Mulia”, Jacqlien Celosse. Dengan jujur diakui ibu dua anak ini bahwa ia sering selisih paham dengan suaminya, David Novendus. Apalagi diawal-awal pernikahan. Waktulah yang memroses keduanya, hingga volume perselisihanpun berkurang. "Saya akui memang tidak mudah berumah tangga. Di awal pernikahan kami, ada saja masalah yang datang. Apalagi masa pacaran kami sangat singkat, sehingga masa pengenalan cenderung tidak ada. Hanya oleh kasih anugerah Tuhan, rumah tangga kami masih utuh hingga sekarang," ucap Jacqlien. Dituturkan wanita kelahiran Manado, 11 Maret 1973 ini, untuk membangun rumah tangga memang memerlukan waktu pengenalan. Ia belajar dari pengalaman hidupnya. "Saya mengenal David sangat singkat. Saya di Jakarta, sedangkan dia di Surabaya. Dalam waktu kurang dari tiga bulan kami menikah. Setelah menikah baru saya dan suami mengetahui karakter masing-masing. Masa penyesuaianpun sangat berat. Tak heran jika kami sering bertengkar," jujur Jacqlien. Syukurnya, keduanya sama-sama tahu akan firman Tuhan, sehingga pertengkaran bisa diredam dengan takut akan Tuhan. "Pantas saja ya, banyak rumah tangga yang hancur. Jaman sekarang ini masalah rumah tangga makin berat. Mungkin karena pengaruh kemajuan jaman. Kami sendiri kalau tidak berpegang teguh pada Tuhan mungkin juga bisa mengalami perpecahan,” terang ibu yang kini telah dianugerahi dua anak ini. Seberat-beratnya masalah yang mereka alami, pasangan yang sudah mendedikasikan diri di dunia pelayanan ini menolak perpecahan dalam rumah tangga atau populer dikenal dengan kata perceraian. Pertama, adalah karena keduanya sudah menyandang nama 'hamba Tuhan', sehingga sungkan rasanya menciderai gelar tersebut. ”Jadi batu sandungan,” kata keduanya. Oleh karena itu seberat apapun masalah yang menimpa, pantang bagi mereka mengucapkan kata ”cerai”. Kedua, anak-anak. Bagi pasangan ini anak-anak merupakan bumbu perekat hubungan mereka. ”Kalau kita bercerai, yang paling menderita adalah anak-anak. Apa salah mereka sehingga harus menanggung akibat perselisihan orang tua mereka? Itu juga yang mendasari pantangnya bercerai.”Dan satu lagi, ketika kita menikah dan mengucapkan janji nikah, sesungguhnya kita tidak hanya berjanji kepada manusia, tetapi kepada Tuhan. Karena itu ikatan dan komitmen kita untuk terus bersatu merupakan janji kita kepada Tuhan.” jelas Jacqlien.Belajar dari pengalaman, Jacqlien ingin kedua anaknya dibesarkan di tengah keluarga yang harmonis. Apa yang dirasa tidak enak pada masa kanak-kanaknya sebisa mungkin jangan dialami kedua buah hatinya. Sejak kecil ia hidup dalam keluarga yang ’broken home’. Tiada hari tanpa cekcok diantara ayah dan ibunya. Bahkan, di usia 12 tahun, ia divonis mati oleh dokter, akibat penyakit syaraf yang dideritanya pada otak bagian kiri. Dia hanya akan tetap hidup kalau makan obat setiap hari. Maka lengkaplah sudah penderitaan hidupnya. Namun Tuhan menghendaki ia tetap hidup agar melalui dirinya orang dapat melihat kemuliaan-Nya. Mukjizat demi mukjizatpun terjadi sehingga ia memutuskan untuk full time dan full heart melayani Tuhan. Sebelum menikah nama Jacqlien sudah membahana sebagai rocker rohani. Iapun sering keliling luar kota, bahkan luar negeri untuk urusan tersebut. Saat itu masih sedikit sekali penyanyi rohani yang terjun di dunia tersebut. Hampir setiap KKR selalu ada namanya. ”Apalagi saat itu saya masih berapi-api ikut pelayanan," imbuhnya. Kebiasaan tersebut terus terbawa hingga ia menikah dan memiliki momongan. Pikirnya saat itu, tidak salah kalau meninggalkan keluarga demi pelayanan. Namun kenyataannya, ia mengalami beberapa hambatan. Salah satunya adalah masalah anak. Putri sulungnya, Keren Serona mulai memberontak. Ia mulai uring-uringan tiap kali mamanya pelayanan. Mulanya Jacqline marah dengan sikap putrinya, namun akhirnya ia sadar bahwa kesalahan terletak padanya dan suaminya. ”Saya pikir saya terlalu memanjakan dia, sehingga ia berperangai kurang menyenangkan. Keadaan ini membuat saya stres. Akhirnya saya meminta nasehat beberapa teman, bahkan psikolog anak. Mereka menyadarkan kami bahwa kenakalan anak salah satunya adalah akibat kurang perhatian. Kami memang sibuk melayani, sehingga tugas mengasuh anak itu kami serahkan kepada orang lain. Itu kesalahan yang sangat fatal. Sejak itu, saya mulai kurangi jam keluar untuk pelayanan. Tiap ada waktu luang kami menyempatkan diri menemani anak-anak. Saya tidak mau sibuk pelayanan, namun anak menjadi pemberontak," tuturnya. Meski sempat kecolongan, Jacqlien dan David tetap mengucap syukur. Pasalnya, mereka segera menangani masalah tersebut. "Coba kalau terlambat, saya tidak tahu anak kami nanti mau jadi apa. Tak dipungkiri banyak anak pendeta yang hidupnya kacau. Saya tidak mau hal itu terjadi pada anak-anak kami," tambahnya. Karena segera diatasi, perangai Karen pun berubah. Ia menjadi anak yang manis dan mau ikut dalam pelayanan. Apalagi ketika dia melahirkan anak kedua, Keith David. Kedua anaknya ternyata memiliki bakat yang dimiliki Jacqlien. Baik Karen maupun Keith sama-sama hobi bernyanyi dan menari. Dan harapan pasangan ini, kelak anak-anak mereka juga aktif di dunia pelayanan. David dan Jacqlien berupaya menjadi orang tua yang bijak dan memberi teladan bagi anak. ”Untuk apa pelayanan di luar kami hebat, tapi dalam keluarga hancur. Karena itu, sambil pelayanan, kami benahi mezbah rumah tangga kami. Terutama kami harus mempersiapkan anak-anak untuk takut Tuhan dan mulai mengenalkan mereka arti pelayanan. Keluarga merupakan jemaat mula-mula yang harus benar-benar digembalakan, setelah itu barulah pelayanan.” terang Jacqlien.

Kesaksian Jacqlien ini diposting di http://pentas-kesaksian.blogspot.com berdasarkan penuturannya di Tabloid Rohani "Keluarga".Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIANhttp://pentas-kesaksian.blogspot.com

Tidak ada komentar: