Kamis, 07 Mei 2009

THE GREAT OMISSION

Saya kuatir judul diatas menjadi kenyataan kehidupan bergereja hari ini. Judul diatas memang plesetan dari the great commission (Amanat Agung), sedangkan judul "the great omission" diatas artinya adalah penghilangan atau penghapusan agung. Kekuatiran saya adalah mengenai hilangnya atau terhapusnya makna Amanat Agung yang sesungguhnya. Perhatikanlah bahwa ada 4 kata kerja di dalam Amanat Agung, "Pergilah", "Jadikanlah muridKU", "Baptiskanlah", "Ajarlah". Walaupun dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tidak jelas, tetapi dalam bahasa aslinya, yaitu dalam bahasa Yunani, tampak dengan jelas bahwa tiga dari keempat kata kerja di atas adalah partisip atau kata kerja bantu dan hanya satu yang imperatif- atau kata kerja yang berupa perintah. Kata kerja imperatif tersebut ialah Jadikan muridKU. Inilah sasaran Amanat Agung itu yang sesungguhnya. Jadi sebenarnya Amanat Agung bukanlah sekedar Amanat Penginjilan yang mendorong upaya-upaya mempertobatkan orang menjadi sekedar pengikut saja. Ditambah pula dengan kecanduan jumlah yang mendera kebanyakan gereja, terutama mega-church, maka semakin blur-lah amanat yang sesungguhnya. "Simpatisan", "orang banyak", "massa", "pengikut", jelaslah bukan sasaran utama Yesus. Murid-murid yang terdidik dalam proses sekolah kehidupan yang berani berkomitmen sebatas nyawa-lah yang menjadi target dan pengejaran utama Sang Guru. Adakah kita punya parameter yang lain dari perkembangan misi Kristen selain membangun murid-murid yang sekualitas Guru-nya? Orientasi yang hanya sejauh penginjilan saja, dengan fokus dan parameter melulu pada jumlah, terbukti telah mendegradasi kualitas manusia Kristen. Banyak persoalan yang seharusnya tidak perlu terjadi justru timbul di dalam dan di luar gereja karena ketiadaan atau terbatasnya manusia unggul dalam komunitas gereja. Alih-alih memiliki segudang murid unggul yang melepaskan pengaruh pada dunia, kita malah memiliki banyak persoalan ecek-ecek yang muncul karena banyaknya jumlah bayi-bayi rohani yang tidak terdidik di dalam karakter dan nilai-nilai yang sangat merepotkan pergerakan Kerajaan. Konsekuensi logis dari konsentrasi jumlah adalah semakin menggelembungnya jumlah bayi-bayi rohani yang tidak terlatih "menjungkir-balikkan dunia." Merupakan hal yang berbanding terbalik antara jumlah orang yang dibawa masuk ke dalam komunitas gereja dengan kesiapan serta kemampuan kita memuridkannya. Gereja-gereja yang terbiasa meng-kebaktian-kan Kekristenan dengan cara meng-entertaint orang-orang akan terbentur tembok besar yang menghadang yaitu pergerakan follow-up melalui "making disciples". Kita suka sekali "pergi" berkeliling, mem"baptis" orang-orang, dan "mengajar" umat Tuhan, namun sukakah kita me"murid"kan orang-orang yang Tuhan berikan bagi kita dengan melibatkan segenap milik kita sebagai ongkosnya? Memang tidak mudah dan tidak ada jalan pintas tetapi itulah AmanatNya bagi kita! Sementara itu sebuah proses pemuridan membutuhkan bukan hanya penyusunan program menarik dan menyiapkan serangkaian acara yang berbau entertainment saja tetapi lebih dari itu adalah kebutuhan akan waktu untuk pembagian hidup yang nyata, hubungan kuat yang terbangun dan bersifat pribadi, serta impartasi "jarak dekat" yang tidak mungkin dilakukan melalui mimbar hari minggu atau KKR di lapangan raksasa. Murid-murid pada dasarnya tidak dilahirkan begitu saja tetapi dibentuk dan dibangun dengan berbekal keseluruhan hidup kita. Tidak salah dengan "jumlah" dan "massa" , namun jika hal-hal tersebut menjadi pengejaran utama serta melupakan amanat Yesus yang sesungguhnya maka pertanyaannya adalah "benarkah itu semua merupakan kepentingan, kerinduan dan amanat Sang Raja yang terutama"? Bukankah gairah terbesarNya adalah memiliki murid-murid yang serupa dengan Dia? Atau jangan-jangan ada kepentingan lain di belakangnya? (CORNELIUS WING)

Tidak ada komentar: