Kamis, 07 Mei 2009
THE POWER OF CULTUR
Lihatlah Negara Cina saat sekarang ini. Negara ini tidak punya banyak kandungan minyak bumi pada tanahnya tetapi dapat survive dengan bagus sebagai salah satu negara adidaya yang kekuatannya telah menggetarkan Amerika yang lebih dulu telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara super power. (Meski pengakuan tentang kebesaran Cina sudah diakui dalam perjalanan sejarah yang panjang di masa lalu). Cina hari ini telah memiliki posisi tawar tertinggi serta terkuat di dunia dalam bidang ekonomi.Ternyata ada 3 hal yang telah membawa Cina sampai sejauh ini. Yaitu bahwa Cina, baik pemerintah maupun rakyatnya memiliki talenta kuat sejak jaman peradaban awal manusia yang terus dipertahankan hingga hari ini. Tiga talenta itu adalah: adanya kultur bisnis, kultur kerja keras dan kebanggaan yang amat tinggi terhadap negaranya. Tiga aspek ini telah memegang peranan sentral dalam pembangunan RRC yang melesat cepat. Tidak ada negara yang saat ini mampu menandingi kinerja ekonomi Cina yang pertumbuhannya tidak pernah dibawah 9% selama 20 tahun terakhir. Memang sempat ambruk di masa lalu karena talenta tersebut dibenamkan rezim Mao pada era kebudayaan, saat itu perekonomiannya hampir berada dititik nol. Ketika harus berubah, maka Deng Xiao Ping membangkitkan kembali kultur tersebut sehingga Cina menemukan kembali kebesarannya serta menapaki jalan suksesnya lagi.Kultur adalah kekuatan yang memiliki daya ubah, bahkan sering merubah orang tanpa orang menyadarinya. Meski tidak ada aturan yang tertulis di depan pintu rumah saya bahwa "tamu harap menjaga kebersihan dan bersikap sopan" tetapi setelah Anda memasuki rumah saya maka akan ada atmosfir dan kekuatan yang mendorong Anda untuk dengan sendirinya tidak membuang sampah permen Anda sembarangan dan meletakkan kaki Anda di atas meja ruangan tamu saya. Bahkan saya tidak melarang Anda untuk melakukannya. Anda melakukannya sendiri tanda sadar. Ini dikarenakan budaya kebersihan dan kesopanan di rumah saya yang dicontohkan dan dihidupi oleh seluruh anggota keluarga saya. Nah, walaupun saya sebagai pemimpin institusi keluarga, merupakan sumber ditentukan dan dihidupinya sebuah nilai namun pada akhirnya kultur tersebut menjadi bagian dari kehidupan normal setiap anggota keluarga saya. Dan kultur tersebut telah menjadi kekuatan yang dapat menarik orang dalam radius medan magnetnya untuk mendorong orang berperilaku sesuai budaya yang ada tanpa orang tsb menyadarinya. Nilai atau kultur/budaya adalah semacam kendaraan menuju visi. Dan visi seperti tujuan sebuah perjalanan. Kendaraan yang tidak tepat atau keliru akan membawa orang menjadi lambat atau bahkan tidak pernah sampai kepada tujuannya. Bayangkan jika kita bepergian ke kutub utara dengan delman atau becak. Visi tertentu akan dicapai dengan nilai atau budaya tertentu pula yang dikembangkan. Bagaimana mungkin bisa tercapai jika visi kita secara ekonomi menjadi salah satu macan Asia tetapi budaya kerja keras dan nilai-nilai bisnis yang tepat tidak kita kembangkan dalam diri kita sebagai bangsa? Budaya malas dan korupsi yang menggantikannya benar-benar malah pada kenyataannya membuat kita terpuruk sebagai bangsa.Jika kita bertujuan sukses dalam bidang-bidang kehidupan kita maka pertanyaannya adalah: sudahkah kita kembangkan budaya merenungkan kebenaran sebagai gaya hidup kita yang terkuat untuk kita hidupi? "Janganlah Engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi RENUNGKANLAH itu SIANG DAN MALAM, supaya engkau BERTINDAK HATI-HATI sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan BERHASIL DAN engkau akan BERUNTUNG." (Yosua 1:8). Budaya merenungkan kebenaran adalah budaya sukses. Jika kesibukan kita merampas waktu-waktu kita untuk menghidupi kultur tersebut maka itu sama artinya dengan merebut jatah sukses kita.Jika tujuan kita adalah menuntaskan amanat agung: "....jadikanlah semua bangsa muridKU..." maka sudahkah budaya "pergi" meninggalkan seluruh rasa nyaman dan daerah demarkasi kita menjadi kultur keseharian kita? Jika kita selalu ada di zona nyaman kita, tidak melayangkan pandangan keluar ke arah "ladang sudah menguning" dan kemudian melangkah pergi dari semua batasan kita untuk mencari "semua orang yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia" (Yoh 17:6) maka mungkinkah amanat agung terselesaikan di dalam hidup kita? Visi amanat agung perlu ditunjang pula oleh serentatan kultur amanat agung ...salah satunya seperti kultur "makan dan minum bersama pemungut cukai dan orang berdosa" (Luk 7:34). Temukan visi sekaligus kulturmu! Datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu ! (Cornelius Wing)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar